Follow Us

HAI Demos: EÄZZ, Luapkan Kemuraman Lewat Kombinasi Cerah Penuh Reverb & Delay

Mohammad Farras Fauzi - Rabu, 11 Agustus 2021 | 21:00
EÄZZ
Saska

EÄZZ

HAI-ONLINE.COM - Situasi serba terbatas yang sedang dihadapi saat pandemi emang kayaknya nggak pernah usai untuk dijadikan sumber kreatif bagi banyak musisi agar tetap produktif.

Terutama jika kalian sengaja melibatkan diri dengan jenis musik yang nggak umum dan membutuhkan pengamatan lebih tentang dunia sekitar, situasi seperti inilah yang dibutuhkan - muram, gelisah, dan sepi - untuk sajikan karya musik yang nggak biasa.

Baca Juga: HAI Demos: Enola, Meramu Orkes Kesendirian Penuh Kebisingan

Hal yang sama juga dilakukan oleh Alfi Fisrifan, seorang gitaris/songwriter asal Bandung yang sebelumnya lebih dikenal sebagai gitaris dari band post-hardcore, Wreck dan ex gitaris dari unit hardcore, Ametis.

Setelah memutuskan untuk memulai proyek solonya sejak 2019 silam, Alfi yang menggunakan moniker EÄZZ sebagai stage namenya nampak berbeda dengan watak bermusiknya di band-band sebelum.

Alfi bersama EÄZZ terlihat banyak bermain-main dengan kegatalan dirinya untuk mengeksplorasi sound dan efek gitar yang selama ini mungkin nggak tercurahkan sebelumnya.

Alfi tentu terlihat masih menyimpan sebuah "kemuraman" dan "protes" bersama EÄZZ, namun alih-alih dikeluarkan lewat tempo drum cepat, distorsi, dan down-tuned guitar, Alfi memilih untuk melapisinya dengan progresi musik penuh reverb dan delay yang lambat laun menaikkan adrenalin serta serotonin dalam waktu bersamaan.

Dalam kisaran waktu dua tahun kurang, EÄZZ telah merilis tiga single yang memiliki vibe serupa namun nggak sama.

Membuka perkenalan lewat 'High Sky' pada awal kemunculannya, EÄZZ kemudian mencicil untuk menelurkan satu single di setiap tahun berikutnya.

Tahun lalu, EÄZZ hadir dengan 'The Greatest Part From Ocean Eyes' yang entah bagaimana sangat menunjukkan sisi romantis dari sebuah musik shoegazing semacam ini. Nomor ini menjadi karya dari EÄZZ yang menjadi favorit saya secara pribadi.

Baca Juga: Dua DJ yang Sering Lo Denger Namanya Akhirnya Kolaborasi: Nofin Asia dan Rahmat Tahalu Rilis 'Lagu Merdeka' Buat Sambut HUT Republik Indonesia

Lepas satu tahun berselang, EÄZZ kemudian kembali produktif dengan merilis sebuah single berjudul 'Thank You For My Lucky Star' yang baru rilis pada 19 Juli 2021 kemarin.

Meski masih terdengar band rock alternatif/shoegaze yang Bandung banget, single ini menandai sikap pendewasaan yang nampak dari EÄZZ dalam meramu sebuah karya musik, terlihat dari progresi nada dan lirik yang ditulisnya.

Selain itu, EÄZZ juga mengajak Nabila Astarini dan Lutfi Sabrina untuk mengisi part vokal dan spoken words di dalam trek ini.

Keduanya berperan signifikan untuk sampaikan pesan menohok untuk seseorang yang kerap melakukan hal yang sama sekali nggak sesuai dengan apa yang diujarkannya.

Baca Juga: HAI Demos: Rapalan Cerdas 'tuk Suarakan Anti Kemapanan Ala Ayat Astral

Simak 'Thank You For My Lucky Star' di bawah:

"Meskipun bukan pengalaman pribadiku, tapi aku yakin semua orang pernah menemui atau bertemu dengan kriteria manusia seperti ini”, ujar Alfi menjelaskan pesan utama di single terbarunya via rilis pers.

“Proses rekaman semuanya dilakukan di rumah dan sendirian dengan peralatan yang ada. Kecuali vokal dan mixing mastering, direkam di Homestrack Studio yang dibantu Varis Sechan”, cerita Alfi saat ditanya mengenai proses kreatif single terbarunya.

Melalui single ini, Alfi juga menegaskan untuk segera menyelesaikan materi album penuh berisikan 8 lagu yang direncanakan akan rilis di tahun depan.

Singkat kalimat, hadirnya kembali EÄZZ kini udah pasti bakal memberikan warna baru buat masuk ke daftar putar kalian masing-masing.

Baca Juga: Peringati Hari Konservasi Alam Nasional, Dokumenter Forestra Dirilis untuk Bangkitkan Semangat Konser dan Cinta Lingkungan

Namun kalo boleh jujur, dengan materi dan progresi band sejenis doi yang kerap menggunakan pattern dan tatanan musik yang serupa - beat drum simple, raungan pedal reverb dan delay, serta vokal mengawang - EÄZZ tentu harus berhati-hati dengan hal ini.

Repetisi, monoton, dan berisik mungkin memang menjadi bahan bakar utama bagi proyek musik yang mengusung Kevin Shields sebagai panutannya.

Preferensi dan perspektif dalam menciptakan musik tentu kembali pada sang pencipta dan pendengar masing-masing, tapi saya yakin EÄZZ perlu untuk mulai berani mencoba progresi musik yang berbeda.

Semua hal tersebut tentu perlu dilakukan demi menggapai sebuah kebaharuan di elemen musik seperti ini yang sekarang cukup menjadi sebuah dahaga, dan EÄZZ adalah salah satu instansi yang tepat untuk mengemban tanggung jawab ini.

Editor : Hai

Baca Lainnya

PROMOTED CONTENT

Latest