Follow Us

facebookinstagramyoutube_channeltwitter

Cerita Bersambung HAI: Menembus Langit Ep 21

Alvin Bahar - Rabu, 08 Februari 2017 | 12:00
Ilustrasi: Gio
Alvin Bahar

Ilustrasi: Gio

Sambungan dari Part 20

21

DANA PENGGANTI

“Itu hanya lelucon, kawan. Mimpi yang tak akan pernah terjadi.”

“Mustahil itu bisa kamu lakukan.”

“Keinginanmu terlalu muluk, Fauna.”

Perkataan yang bersumber dari orang-orang sinis itu masih terngiang di telingaku. Sindiran-sindiran bernada negatif yang aku dapatkan saat berada di Serang bertubi-tubi datang tanpa tedeng aling-aling. Sekarang, insyaallah aku bisa mematahkan semuanya. Mimpi itu sedikit demi sedikit telah menjadi sebuah keniscayaan.

Tak terasa pula, kini aku sedang berpijak di tempat yang jaraknya ribuan kilometer dari rumah. Aku tengah melintasi Selat Johor yang membatasi dua wilayah, Singapura dan Johor, Malaysia Barat.

Sindiran tak hanya datang dari teman-temanku. Kesangsian terhadap tekad dan mimpiku juga pernah ditunjukkan Bupati Serang. Saat itu, beliau menampakkan wajah yang sama sekali tak bersemangat. Beliau tampak setengah hati saat aku berkunjung ke rumah dinasnya.

Kak Priatna adalah orang yang berjasa. Ia selalu membantu mematangkan persiapanku sebelum bersepeda jauh. Ia pulalah yang meluangkan waktu untuk mengantarku ke hadapan bupati. Tujuannya guna meminta support dan izin kepada pemimpin daerah kami. Sebagai anak pramuka yang ingin membawa nama Serang, tentu aku sudah seharusnya berpamitan kepada sang pengelola kabupaten.

Di hadapan bupati, aku mengutarakan niat yang telah lama kurencanakan itu. Setelah aku menerangkan secara panjang lebar, Pak Bupati hanya mengangguk-angguk. Beliau terlihat mengerti segala yang kukatakan. Tapi, responsnya datar, biasa-biasa saja. Tak ada usulan, wejangan atau saran panjang yang terlontar dari mulut beliau. Aku jadi serbasalah. Aku menangkap kesan, beliau menganggapku datang untuk meminta bekal, memohon bantuan materi atau dana yang akan digunakan selama perjalanan. Tatapan Pak Bupati kepadaku seolah sedang melihat proposal saja. Padahal, sama sekali aku tidak punya niat demikian.

“Saya membawa adik pramuka, Pak. Namanya Fauna,” kata Kak Priatna memperkenalkan aku kepada bupati yang sudah rapi dengan pakaian dinasnya. Ia merapat dan mempersilakan kami duduk. “Jadi, intinya, ada maksud apa kalian kemari?” tanya bupati. Maklum, pertemuan ini memang tidak direncanakan jauh-jauh hari. Untunglah beliau mau menyempatkan waktu untuk bertatap muka sebentar. Kak Priatna dan aku langsung datang ke rumah beliau. Dan, kebetulan Pak Bupati tidak sedang terburu-buru menuntaskan segala agenda yang akan dihadirinya hari ini.

“Fauna ingin berkeliling dunia,” terang kakak pembinaku. Kak Priatna menjelaskan dengan runut persiapan dan agenda perjalananku secara umum. Pak Bupati mendengarkan penjelasan kakak pembinaku dengan acuh tak acuh. Malah Kak Priatna yang terlihat begitu antusias bercerita.

“Wah, luar biasa sekali keinginanmu,” ujar Pak Bupati. Sekilas,kata-katanya memang penuh kekaguman. Namun, rasa kagum itu tak bisa aku lihat dari raut wajahnya. Terkesan dipaksa, bupati menanggapinya dengan intonasi datar. Malah aku lihat kerutan di dahinya yang mencerminkan sebuah keraguan. Apakah Fauna bisa melakukannya? Masa iya, anak yang baru lulus SMA bisa mewujudkan mimpi sebombastis ini?

Editor : Hai

Baca Lainnya





PROMOTED CONTENT

Latest

Popular

Hot Topic

Tag Popular

x