Follow Us

INVASI SNEAKERS VANS DI INDONESIA: Sejarah, Fans, dan Kebanggaan, Sampai Industri KW-nya

- Kamis, 20 Oktober 2016 | 12:00
Vans
Hai Online

Vans

“Sebetulnya kalau tahun 1970-an atau 1980-an, gue nggak bisa banyak bicara lah ya. Karena gue nggak setua itu juga. Tapi kalo kita bicara tahun 1980-an akhir dan tahun 1990-an, gue bisa banget bicara. Itu zamannya gue, zamannya gue masih muda banget. Emang zamannya gue nyari sepatu Vans juga. Tahun-tahun segitu, yang make Vans hanya anak skate, anak band, anak BMX juga, dan anak-anak yang berkecimpung di scene musik independen,” jelas Claude Hutasoit, salah satu pentolan skate berusia 38 tahun, yang HAI ajak ngobrol beberapa saat lalu di salah satu arena permainan skateboard di kawasan Kemang, Jakarta Selatan.

Crooz, salah satu store awal yang menjual Vans di Indonesia
Pria yang kemudian akrab disapa dengan panggilan Bang Claude ini kemudian menegaskan, kalau pengaruh skena musik punk, hardcore, serta indie, atau british music di Indonesia, sesungguhnya amat berdampak pada ‘invasi’ Vans ke Indonesia. Pasalnya, alas kaki yang digunakan oleh jagoan-jagoan di aliran musik tersebut nggak lain datang dari merek sepatu Vans. Maka selanjutnya, kita tentu nggak boleh heran kalau anak-anak Indonesia, yang mendengarkan dan menyaksikan penampilan dari band-band idolanya, jadi tertarik untuk mengikuti gaya sang musisi favorit, termasuk dengan gayanya mengenakan sepatu Vans.

“Sejauh yang gue inget, detil yang paling gue inget terakhir adalah, di salah satu video clip-nya Blur, Damon Albarn itu emang pake sepatu Vans Oldskool, kalo nggak salah itu di video clip Parklife. Nah, menurut gue, video clip itu yang membuat anak-anak sini, yang suka dengan indie, indie-indie British gitu, menggunakan Vans,” cerita Bang Claude dengan penuh semangat.

Berarti, masuknya Vans di Indonesia rasanya nggak bisa dilepaskan begitu saja dari roots-nya, yakni skena musik punk, hardcore, atau musik independen. Karena kalau dikaitkan dengan contoh kasus Blur tadi, tentu skena musik tersebut jadi salah satu faktor yang turut ambil andil dalam menyebarkan ‘virus’ Vans ke Tanah Air.

Satu lagi jalur invasi brand ini di tanah air adalah dari budaya pop Jepang yang bisa dikonsumsi kawula muda lewat majalah-majalah impor.

Dibandingkan dengan pemakai yang berasal dari ranah skateboard dan musik, rupanya ada juga yang terpengaruh oleh style fashion Jepang. Meski jumlahnya jauh lebih dikit, tapi mereka adalah orang-orang yang memang suka fashion, banyak membaca buku atau majalah yang memang menjadikan gaya Jepang sebagai referensi.

“Yang menyukai itu sih, sangat sedikit. Bener-bener nggak nyampe deh 50 orang di Jakarta, dulu. Mungkin hanya 20-an kali ya. Yang into banget. Gue pun akhirnya dikenalin sama salah satu orang, dan ternyata gue baru ngeh, memang ternyata ada orang-orang yang into Vans karena si fashion Jepang ini, bukan karena si skate atau musik. Jadi dari segi fashion-nya, gitu,” ungkap Bang Claude lagi. “Dengan lo lihat sekarang Vans udah ada di mana-mana, ya itu efeknya si streetwear itu. Dan of course efek skateboard-nya sih yang utama, masih tetap roots-nya itu.”

Faktanya memang, kehadiran yang dibawa oleh arus streetwear Jepang itu sama sekali nggak mengganggu atau bahkan mempengaruhi pemakai yang datang dari kalangan skateboard atau musik. Mereka cukup nggak peduli sama gaya Jepang itu, karena mereka sesungguhnya menganggap Vans sebagai sneakers yang memang fungsional untuk dipakai bermain skate. “Dan kita pakai juga buat manggung. Manggung kan lo juga lompat-lompat segala, ya lo kan band-band hardcore dan punk, kan pasti (Vans itu) rusak juga pada akhirnya,” timpal Bang Claude.

Malah, hubungan Vans ini dengan penjualan di sini sempat mengalami masalah. Pas awal kemunculannya lewat para reseller di tahun 2000-an awal, Vans sempat mempermasalahkan soal hak cipta dan menghentikan jalur distribusinya ke Indonesia. Fakta-fakta ini kami himpun juga dari Surya (salah satu pendiri Penny yang menjual Vans original sejak tahun 2010), Max Praditya (pemilik Crooz, yang sekarang menjadi official partner dari PT Gagan Indonesia –distributor resmi Vans di Indonesia), dan Bang Claude sendiri.

“Jadi ada orang yang bikin merek lain. Dia tuh ngejiplak VANS banget, sama dia tuh di-hak ciptain gitu ya. Akhirnya sama VANS luar ketahuan, mereka berhenti supply VANS ke sini, dan mereka bawa ke pengadilan. Pengadilan berapa tahun nggak beres-beres, sampai akhirnya beres, (VANS) diambil sama perusahaan baru di sini. Dan ya VANS yang kita lihat sekarang, ya udah VANS yang udah di mana-mana. It’s everywhere now,” beber Bang Claude dengan teramat rinci.

Akhirnya, Vans hadir lagi di Indonesia tahun 2013 dengan membuka original store pertamanya di Kota Kasablanka. Lisensinya dipegang oleh PT Gagan Indonesia. Namun, beberapa tahun sebelumnya, sekitar 2010 udah ada beberapa toko sepatu alternatif di Jakarta yang menjualnya. Surya Adi Sisyanto, seorang anak band yang kerap menggunakan sepatu Vans saat manggung, pun nggak luput dari kesulitan yang mungkin dialami juga oleh banyaknya pemakai lain. Dipadukan dengan niat untuk bikin bisnis, Surya dan beberapa orang teman kuliahnya pun menjadikan kondisi-sulitnya-memperoleh-Vans ini sebagai peluang usaha. Yap! Sejak tahun 2010, Surya resmi membuat brand Penny yang awalnya dikenal dengan sneakers shop, dengan produk andalannya, the one and only, Vans

“Awalnya kan, karena kita baru lulus kuliah, ngeband-ngeband, mikir wah seru bikin bisnis. Akhirnya mikir bikin bisnis apa ya, kita bikin sneakers shop deh. Ya udah, saat itu awalnya kita berlima sama-sama sangat berusaha nyari Vans kalo di sini. Terus ya udah, kita bikin tokonya aja, orang-orang kan susah nyarinya,” kenang Surya.

Editor : Hai Online

Baca Lainnya

PROMOTED CONTENT

Latest