Follow Us

facebookinstagramyoutube_channeltwitter

Kenapa Kita Bosen Denger Lagu yang Overplayed? Ini Penjelasan Ilmiahnya

Hanif Pandu Setiawan - Rabu, 19 Mei 2021 | 19:40
Pamungkas - To The Bone
Spotify

Pamungkas - To The Bone

HAI-Online.com – Mendengar sebuah lagu baru pasti jadi hal yang menyenangkan. Terlebih jika lagu yang udah kalian tunggu-tunggu tersebut berasal dari musisi favorit kalian.

Mungkin sensasinya sama seperti saatkitajatuh cinta kali, ya.

Namun seminggu, dua minggu sampai sebulan setelah rilis, kalian mulai justru mulai ngerasa bosen saat lagu baru tersebut udah beredar luas di radio, platform streaming hingga kedai kopi langganan kalian.

Lagu tersebut pun udah nggak seenak seperti saat pertama kali dirilis atau dengan kata lain, udah overplayed.

Terus, apa sebenarnya yang terjadi di dalam otak kita yang membuat sebuah lagu kehilangan ‘daya magisnya’? Meski belum diketahui secara pasti, ada beberapa teori tentang penyebab fenomena ini, sob.

Ahli saraf percaya bahwa otak kita melalui dua tahap saat kita mendengarkan musik yang membuat kita merinding.

Inti kaudatus di otak mengantisipasi penumpukan bagian favorit kita dari sebuah lagu saat kita mendengarkan, sedangkan nukleus accumbens dipicu oleh puncak yang menyebabkan pelepasan endorfin.

Diyakini bahwa semakin kita mengenal sebuah karya musik, semakin berkurang semangat otak kita untuk mengantisipasi puncak ini.

Baca Juga: Inilah Penjelasan Ilmiah Kenapa Bass Jadi Unsur Terpenting dalam Musik

Ini sebagian karena musik itu sendiri, jelas Dr. Michael Bonshor dari University of Sheffield yang merupakan pakar psikologi musik.

Kenapa musik bisa menjadi membosankan?

Kepada The Independent, Dr. Bonshor menjabarakan dua alasan utama mengapa musik menjadi membosankan dan nggak disukai..

“Alasan pertama adalah lagu yang terlalu banyak diekspos. Eksperimen telah menunjukkan bahwa apresiasi menurun setelah kebaruan sebuah musik telah memudar, dan bahwa kita sering menjadi bosan dengan lagu yang menjadi terlalu familiar. ”

Faktor kunci lainnya adalah seberapa kompleks sebuah lagu. Semakin banyak sesuatu yang dibawa dalam sebuah lagu, semakin besar kemungkinannya untuk mengeluarkan sinyal yang tepat di otak kita.

Bukti menunjukkan bahwa semakin kompleks rangsangan dalam sebuah lagu, semakin besar kemungkinan seseorang akan menyukainya seiring waktu, sedangkan sebaliknya untuk rangsangan sederhana, demikian Dr. Bonshor menjelaskan.

"Menurut prinsip ini, musik yang lebih kompleks akan memiliki umur yang lebih panjang, karena akan lebih menantang dan mempertahankan minat pendengar lebih lama, sementara musik sederhana terkadang lebih mudah diakses, tetapi mungkin kehilangan daya tariknya dengan relatif cepat."

Sebagai contoh, Dr. Bonshor mengambil lagu hits milik legenda rock dunia Queen, Bohemian Rhapsody.

“Popularitas lagu yang sudah lama ada mungkin sebagian dapat dijelaskan oleh lapisan kompleksitas harmonis, ritmis, dan vokalnya. Dengan durasi enam menit, awalnya mengejutkan banyak pendengar dan, sebagai rangkaian rock progresif, memiliki pendekatan terobosan yang nggak mengikuti norma musik yang lazim pada saat itu.”

Baca Juga: Pernah Merinding Pas Dengerin Lagu? Itu Pertanda Lo Punya Otak Spesial

Video klip

Video klip

“Namun, lebih dari 40 tahun kemudian, itu masih menjadi salah satu lagu Queen yang paling populer, telah menduduki puncak tangga lagu beberapa kali, dan secara teratur ditampilkan dalam daftar kontemporer dari lagu-lagu paling berpengaruh dalam sejarah baru-baru ini.”

Sebaliknya, ia menjelaskan lagu 'menarik' yangnggak terhitung jumlahnya, dengan struktur yang lebih sederhana dan lapisan konten musik yang lebih sedikit seringkali dengan cepat dilupakan meskipun mencapai popularitas jangka pendek.

Hal ini, menurut Dr. Bonshor dimungkinkan karena meskipun sangat mudah dicerna, lagu-lagu populer pemuncak tangga lagu lebih dapat diprediksi dan kurang memuaskan pada banyak tingkatan.

Ia menjelaskan, fenomena tersebut ada dalam konsep psikologis yang sering digunakan untuk mengeksplorasi pengalaman dan musik yang menyenangkan—atau yang dikenal sebagai ‘flow’.

“Mendengarkan musik bisa menjadi pengalaman 'mengalir', yang dinikmati orang demi kepentingannya sendiri. Ini benar-benar menyerap, sejauh itu mengalihkan mereka dari urusan sehari-hari, "katanya."

Namun, bagi seseorang yang mengalami ‘flow’, aktivitas tersebut perlu menggunakan keterampilan mereka dengan cara yang cukup menantang agar menarik.

Baca Juga: Ilmuwan Sebut Musik Mampu Menyinkronkan Gelombang Otak Manusia

Jika musik nggak cukup merangsang bagi pendengar, mereka akan segera kehilangan minat, keadaan 'aliran' yang timbul dari pencelupan dalam musik akan hilang. Dan musiknya akan nggak disukai lagi. (*)

Source : The Independent

Editor : Hai

Baca Lainnya





PROMOTED CONTENT

Latest

Popular

Hot Topic

Tag Popular

x