"Lo keroyokan sama aja nyali lo patungan, bukan satu lawan satu," tutur Nico.
Baca Juga: Begini Cara Band Sekolah di Washington Latihan Selama Pandemi
Tanggapan guru
Fenomena berantem ini mungkin bagi sebagian besar orang dianggap bukan hal yang patut menjadi tradisi pelajar di sekolah mana pun.
Namun, untuk satu aspek, sejumlah guru dari SMA PL justru memuji hal yang siswa mereka lakukan, meski juga nggak mengamini hal tersebut dilakukan di lingkungan pendidikan.
"Satu lawan satu untuk sebuah institusi pendidikan tidak bagus, nggak cocok. Tapi kalau untuk di luaran sana, di luar institusi pendidikan, itu asyik, karena mereka sportif," tutur Pak Edhi, Guru Geografi SMA PL angkatan 1999.
Pak Hendrikus, Guru Bahasa Inggris di sekolah yang sama pun mengatakan bahwa partai satu lawan satu merupakan gambaran tindakan yang sportif.
"Kalau memang ada masalah dan dapat diselesaikan, toh nggak ada kriminal. Menurut saya fair. Namun secara pendidikan tidak. Tapi menurut saya, gentle juga nih anak-anak, patut diacungi jempol," ungkap dia.
Partai satu lawan satu antara siswa SMA PL dan SMA Kolese Jakarta bisa jadi hanya merupakan luapan energi remaja yang berlebih untuk menunjukkan eksistensinya.
Namun di luar itu semua, nggak dipungkiri sportivitas mereka dalam kegiatan yang dinilai rentan memicu tawuran tersebut mungkin jugalah yang membentuk para alumnus mereka menjadi seperti seperti sekarang ini.
"Pas lulus, gue malah punya temen akrab dari Gonz. Trus kita kayak, 'Kenapa sih dulu kita ribut?" ujar Markus Didit Van Bohlamon, alumnus SMA PL lainnya sembari tertawa. (*)
Baca Juga: Mantap, Bantuan Kuota Internet untuk Pelajar Bisa untuk Akses Semua Website