Follow Us

Harus Diakui Trio BSD (Burgerkill, Seringai, & DeadSquad) Adalah Poros Metal di Indonesia, Ini Alasannya

Mohammad Farras Fauzi - Kamis, 14 Oktober 2021 | 20:22
Trio BSD, Burgerkill Seringai DeadSquad
Dok. HAI

Trio BSD, Burgerkill Seringai DeadSquad

HAI-Online.com - Mohon maaf nih, kalo singkatan di atas yang dipake untuk menggambarkan tiga band terkait kalo bikin tersinggung.

Memang saya sadar sepenuhnya kalo singkatan BSD terkesan rada tacky dan bikin kalian mengernyitkan dahi. Apalagi abreviasi ini juga udah dipake buat menamai suatu bilangan penting di pinggiran sebelah Selatan/Barat kota Jakarta.

Tapi, nyingkat tiga band itu dengan trio BSD bukan tanpa alasan. Milih kenapa tiga band itu juga nggak sembarangan.

Baca Juga: Debut Akting, Rich Brian Bakal Main di Film Berjudul 'Jamojaya'

Harus diakui, BSD alias Burgerkill, Seringai, DeadSquad adalah tiga intisari penting yang terlibat di dalamnya, terutama untuk perkembangan metal di Indonesia.

Dan bukan cuma HAI, kok, yang setuju.

Stephanus Adjie, vokalis Down For Life dan salah satu sosok di label cadas Blackandje juga setuju kalo tiga band itu adalah “Trinitas Metal Indonesia”. Mereka lah poros metal paling penting di Indonesia dalam rentang waktu yang cukup lama.

Kami pun ngobrol sama doi terkait trio BSD.

Baca Juga: Stephanus Adjie 'Down For Life': Fanatisme Metal di Indonesia Sejajar dengan Sepak Bola & Agama

Untuk pembahasan yang lebih terukur, mari kita sama-sama pretelin rangkuman singkat dari tiga band ini satu persatu.

Selain itu, terdapat beberapa formula penting dari trio BSD yang patut di-highlight sehingga ketiga elemen ini saling berpadu untuk membawa metal menjadi nilai yang sangat penting bagi industri musik di Indonesia.

Burgerkill – The Humble One

Nggak akan ada yang bisa menyangkal kalo kiprah band asal Ujungberung ini adalah bentuk pembuktian gimana musik underground bisa terangkat begitu masif di permukaan.

Berangkat dari semangat kolektif sejak akhir 1990-an, Burgerkill yang dinakhodai oleh mendiang Eben bertransformasi menjadi aktor sangat berpengaruh bagi perkembangan musik metal di Indonesia.

Pendekatan a la barudak yang dilakukan oleh Burgerkill dalam perjalanan panjangnya selalu berhasil mematri kenangan manis yang terekam oleh rekan dan penggemarnya di manapun mereka berada.

Langkah ini lah yang kemudian melanggengkan laju Burgerkill dalam membawa aura positif dari metal tanpa meninggalkan nilai luhur kolektif Ujungberung yang disadur dari naskah Sunda kuno Amanat Galunggung dan dipopulerkan oleh kompatriotnya, Jasad; nilai luhur tersebut tentu saja adalah “Panceg Dina Galur” alias Teguh dalam Pendirian.

Buku tentang Komunitas Metal Terbesar di Indonesia, Ujungberung Rebels: Panceg Dina Galur
Warning Magz

Buku tentang Komunitas Metal Terbesar di Indonesia, Ujungberung Rebels: Panceg Dina Galur

Pondasi kuat yang ditanamkan oleh Burgerkill ini membuat para begundal (sebutan fans Burgerkill) menjadi begitu solid dan juga fanatik.

Sepeninggal sang kreator Eben pada awal bulan lalu, Burgerkill emang belum lagi menunjukkan tajinya sebagai raksasa metal di Indonesia.

Namun hal yang harus selalu ditanamkan oleh seluruh begundal dan penggemar metal di Indonesia adalah nilai kesederhanaan, soliditas, dan kemurnian yang dijunjung tinggi oleh Eben dkk kala membentuk Burgerkill sedari awal dan bertahan hingga saat ini.

Baca Juga: Suka Tawuran dan Balapan Liar, Ratusan Pelajar di Karawang Ditatar TNI-Polri Seminggu Lamanya

Seringai – The Cool Brothers

Kalo menurut HAI, Seringai adalah aktor utama yang membawa metal menjadi begitu mewah di mata banyak orang.

Eits tenang dulu, jangan dulu begaduh. Mengapa bisa demikian? Coba kita runut di bawah.

Kalo ngomongin soal musik, Seringai mungkin band yang paling “tidak metal” kalo dibandingkan dengan dua band lainnya [Burgerkill & DeadSquad].

Bahkan Seringai juga mengakuinya. Mereka terlalu cadas buat rock, tapi nggak pas juga dibilang metal. Akhirnya high octane rock jadi sebutan yang mereka anggap cocok mendeskripsikan Seringai.

Lantas apa dong yang jadi peran penting dari Seringai untuk membawa kultur metal menjadi lebih dihargai di khalayak umum?

Ambil satu contoh, tentu masih segar di ingatan gimana sosok manis dari Raisa saat mengenakan merchandise dari Seringai kala menonton konser Metallica.

Foto ikonik Raisa mengenakan merch Seringai
Dok. HAI

Foto ikonik Raisa mengenakan merch Seringai

Pose dua jari dari Raisa yang legendaris tersebut bahkan diabadikan menjadi merchandise lain yang juga nggak kalah ikoniknya.

Apakah hanya itu peran dari Seringai? Jelas tidak. Sejak awal terbentuk, Seringai rajin sekali mengeluarkan merchandise dan berbagai gimmick “nyeleneh” yang membuat para Serigala Militia (fans Seringai) selalu menantikan hal-hal baru yang berkaitan dengan idolanya.

Pada posisi ini, poin penting yang dibentuk oleh Seringai adalah gimana mereka berhasil membenturkan segala batas dan norma umum pada metal yang sebelumnya terkesan seram dan maskulin, menjadi lebih ramah untuk diakses oleh berbagai macam demografi masyarakat di Indonesia.

Baca Juga: Arian Seringai Tukeran Baju Dengan Raisa

DeadSquad – The Tough One

Memainkan ranah musik technical death metal bertenik tinggi menjadikan DeadSquad menjadi band metal “paling metal” di antara trio BSD ini.

Berusia paling muda dan kerap bongkar pasang personel emang menyebabkan situasi dan kondisi DeadSquad menjadi sedikit rumit, serumit musik yang mereka mainkan.

Serangkaian kondisi tersebut nggak membuat peran DeadSquad menjadi ciut. Dikomandoi oleh Stevi Item yang tangguh dan disiplin, DeadSquad selalu menemukan celah yang terbuka lebar untuk memberikan wajah metal yang paling berbahaya dan diterima telinga banyak pendengar.

Berkat dedikasi penuh dari Stevi dalam menggembleng materi yang melenakan para “purist” metal di tanah air. Sejak era ‘Horror Vision’ (2009), death metal kelas berat menjadi begitu populer dalam kurun waktu yang sangat lama.

Sedikit naif memang untuk berujar demikian, mengingat sudah ada ribuan pendahulu death metal beringas yang sudah cukup berjasa seperti Tengkorak, Siksa Kubur, Jasad, ataupun Death Vomit.

Namun, publik tentu mengingat bagaimana DeadSquad dengan technical death metal-nya berhasil meramaikan layer televisi nasional.

Dan yang terbaru, tentu saja salah satu kolaborasi terbaik di tahun ini berhasil dihadirkan oleh DeadSquad saat berbagi panggung bersama penyanyi serba bisa Isyana Sarasvati pada bulan April kemarin.

Baca Juga: Isyana Sarasvati x DeadSquad di IDGAF 2021: Sahut-Sahutan Vokal Seriosa dan Growl

Lantas apa yang perlu dikaji kalo ketiga band di atas tetep konsisten memberikan dampak positif bagi ekosistem metal di Indonesia? Pun begitu juga sebaliknya?

Berdasarkan pengamatan HAI, yang udah nongkrong lumayan lama juga sama band-band yang disebut, terdapat tiga faktor penting yang sudah terpatri begitu kuat pada ketiga band BSD tersebut, sehingga susah untuk digoyahkan – dan mungkin memang nggak perlu untuk diganggugugat.

Yang pertama adalah fanbase yang solid dan luas, lalu dilanjutkan dengan orisinalitas dan karakter kuat dari masing-masing band yang belum bisa disamai oleh band lain (dalam konteks branding).

Faktor paling terakhir serta yang paling penting adalah peran dari para “playmaker” yang diperankan oleh gitaris dari masing-masing band.

Ketiga gitaris ini adalah alm. Eben [Burgerkill], Ricky Siahaan [Seringai], & Stevi Item [DeadSquad] yang juga merupakan founder masing-masing dari bandnya.

Melalui hasil pengamatan tersebut, muncullah berbagai pertanyaan yang didasari oleh rentetan event penting yang menaungi band-band terkait, terutama Burgerkill dan DeadSquad.

Dengan motor utama yang baru saja meninggal dunia, konsistensi dan soliditas Burgerkill pun patut dipertanyakan. Belum lagi vokalis Vicky Mono yang juga sudah terlihat tidak lagi bersama mereka.

Kondisi DeadSquad sedikit lebih baik. Meski harus berpisah jalan dengan sang vokalis ikonik Daniel Mardhany, kerumitan bongka pasang dan hubungan antar personel memang sudah kerap ada di tubuh DeadSquad, sehingga menata formasi kembali bukanlah hal sulit bagi mereka.

Bergantung bagaimana Stevi sang playmaker membawa "arah serangan" DeadSquad untuk album terbarunya nanti tanpa Daniel.

Kalo dianalogikan ke dalam istilah sepak bola, Stevi mungkin bisa berperan lebih dalam sebagai regista alias deep lying playmaker sehingga dapat mengatur rekan-rekannya sekaligus membaca ruang yang terbuka lebih lebar untuk DeadSquad ke depannya.

Hanya Seringai yang sampai saat ini masih awet dengan keempat personel orisinalnya. Namun patut diingat, meski keempat pria ini mengasosiasikan diri mereka sebagai "Generasi Menolak Tua", akankah kelincahan Seringai akan bertahan hingga dua atau dekade ke depan?

Pertanyaan berikutnya yang muncul adalah, mampukah trio BSD mempertahankan poros ini meski diguncang dengan berbagai cobaan dan kondisi?

Jika memang nanti tergoyahkan, siapa kah deretan band yang paling cocok untuk menggantikan peran ketiganya dengan sumbangsih yang sepadan?

Saat ini sih jujur aja belum ada band lain yang bisa menyamai pencapaian trio BSD. Pertanyaan-pertanyaan di atas pun tentu membutuhkan bantuan kalian untuk dijawab, fren. Time will tell. Kalo ada rekomendasi, boleh kasih tau HAI, ya!

Editor : Alvin Bahar

Baca Lainnya

Latest