Menurut pemaparan mas Adjie, momen penerimaan musik metal yangalon-alon asal kelakon(perlahan tapi pasti) ini menjalani proses dan perjuangan yang begitu panjang.
"Semangat, energi, waktu, danbahkan biaya yangnggak sedikit harus rela diinvestasikan baik bagi penikmat ataupun pelakonnya," jelasnya.
"Perlawanan tentu menjadi bahan bakar utama untuk menggamitkeempatelemen yang harus diinvestasikan tersebut," imbuhnya kemudian.
Mengenai budaya perlawanan terkait , tentu kita perlu mengingat lebih dulu gimana metal yang sempat dianggap sebagai musik "jahat" pada awalnya, namun berkat perjuangan di atas, metal berhasil mendapatkan porsi besar untuk "memanfaatkan" bonus demografi di Indonesia.
Budaya perlawanan yang satu lini dengan solidaritas di masing-masing kolektif tiap daerah kemudian berhasil mengokohkan semangat perjuangan anak-anak metal tersebut. Apa hasilnya? Fanatisme.
"Ada tiga fanatisme di Indonesia yang udah nggak bisa diganggu gugat. Pertama adalah agama, kedua adalah sepak bola, dan yang ketiga adalah metal," tutur mas Adjie menjelaskan secara gamblang.
Bagi mas Adjie yang juga suporter Persis Solo ini, fanatisme tersebut yang menjadi harga mati sehingga logam mulia berwarna hitam pekat ini akan susah berkarat, justru logam tersebut akan makin menunjukkan kilaunya yang gemerlap.
Setuju nggak sama Mas Adjie?