“Kadar serotonin yang rendah sangat berkaitan dengan munculnya rasa marah dan kecenderungan ke arah perilaku kekerasan,” ujarnya.
Di sisi lain, berdasarkan kepribadian dan pengaruh lingkungan, perilaku emosi karena makanan terbentuk sejak masa kanak-kanak, dan sangat terkait dengan pengalaman masa kecil.
Menurut teori psikosomatis, rasa emosional yang muncul karena lapar merupakan respons terhadap perasaan negatif, seperti stres, kecemasan, kekecewaan, dan perasaan kesepian. Seseorang yang tinggal di lingkungan yang memperebutkan makanan sebagai usaha untuk bertahan hidup, akan sangat mudah mengalami “hangry”.
Baca Juga: Kenapa Makan Kentang Goreng Bisa Bikin Berat Badan Naik? Begini Penjelasan Ahli
Tingkat kesadaran emosional seseorang juga memengaruhi munculnya “hangry”. Orang yang kesadaran emosionalnya lebih berkembang, akan sadar bahwa rasa lapar dapat terwujud sebagai emosi negatif, sehingga mereka bisa mengontrolnya dan cenderung nggak menjadi “hangry”.
“Pada umat muslim, ada fase di mana seseorang diajarkan untuk mengelola emosi dari rasa lapar, yaitu saat berpuasa,” tambah dokter yang juga bertugas di Unit Kesehatan IPB University ini.
Ketika seseorang berpuasa, selain mengatur dan mengaktifkan metabolisme tubuh yang jarang dipakai. Seperti pengaturan pergantian kerja hormon insulin dan glukagon, puasa juga berfungsi untuk mengajarkan tubuh bahwa rasa lapar yang terjadi pada waktu pendek (di bawah 20 jam) bukanlah ancaman atau bahaya bagi tubuh.
“Sehingga orang-orang yang terbiasa berpuasa akan merespon rasa lapar dengan emosi yang netral atau malah positif,” pungkasnya.
Jadi bisa dibilang, rasa lapar yang menyebabkan munculnya kemarahan hanya terjadi pada orang-orang yang menganggap lapar sebagai ancaman bagi dirinya, dan adanya faktor kondisi lingkungan yang nggak mendukung. (*)
Baca Juga: Kenapa Kita Bosen Denger Lagu yang Overplayed? Ini Penjelasan Ilmiahnya
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mengapa Mudah Marah Saat Lapar? Ini Penjelasan Dosen IPB"