"Pertama dulu ditato di Bali. Awalnya sedikit-sedikit, karena takut sama orangtua, sembunyi-sembunyi, tapi akhirnya ketahuan juga waktu habis mandi," sambung Hoho.
Menurut Hoho, tato yang menutupi hampir seluruh tubuhnya merupakan bagian dari masa lalu.
"Kenakalan remaja biasalah, waktu SMA dikeluarin sampai enam kali. Waktu kuliah juga ngawur," kata pria lulusan Fakultas Hukum Universitas Sultan Agung (Unissula) Semarang ini.
Sempat ditentang saat maju sebagai Kades
Ketika maju sebagai kades, Hoho sempat tuai pro dan kontra. Penyebabnya apalagi kalau bukan penampilannya yang penuh tato.
Ia pun mengungkapkan kalo hal tersebut menjadi senjata bagi para lawan ppolitik untuk membuat isu buruk tentang dirinya.
“Pasti, lawan politik mau menjatuhkan, apalagi saya punya kekurangan, jadi omongan setiap hari, tapi saya nggak ambil pusing,” kata Hoho.
Nggak begitu peduli dengan omongan buruk orang lain, doi pun bertekad buat maju terus dan terbukti di saat pemilihan dirinya dipercaya masyarakat untuk memimpin Desa Purwasaba.
Baca Juga: Viral di Medsos, Polisi Selidiki Video Rombongan Sepeda Masuk Tol dan Nekat Lawan Arah
Sosok yang peduli masyarakat terlepas stigma soal tato
Terlepas dari tato di tubuhnya, Hoho selaku Kepala Desa selalu berupaya melakukan yang terbaik untuk melayani warganya.
Belum lama ini, ia menyumbangkan mobil pribadinya untuk operasional desa, selain juga berencana membeli mobil ambulans desa untuk melayani kebutuhan warga.