6. Alam hidup manusia adalah alam hidup berbulatan
Penjelasannya, bahwa hidup kita masing-masing itu ada dalam lingkungan berbagai alam-alam khusus, yang saling berhubungan dan berpengaruh. Alam khusus tersebut adalah alam diri, alam kebangsaan, dan alam kemanusiaan. Rasa diri, rasa bangsa, dan rasa kemanusiaan, ketiga-tiganya hidup dalam tiap-tiap sanubari kita masing-masing manusia, yang nggak dapat dipungkiri keberadaannya.
7. Dengan bebas dari segala ikatan dan suci hati berhambalah kita kepada sang anak
Dalam mendidik, penghambaan kepada sang anak nggak lain daripada penghambaan kita sendiri. Sungguh pun pengorbanan kita itu kita tujukan kepada sang anak, tetapi yang memerintahkan kita dan memberi titah untuk berhamba dan berkorban itu bukan si anak, melainkan diri kita masing-masing. Di samping itu kita menghambakan diri kepada bangsa, negara, pada rakyat, dan agama, atau terhadap lainnya. Semua itu nggak lain penghambaan pada diri sendiri, untuk mencapai rasa bahagia dan rasa damai dalam jiwa kita sendiri.
8. Tetep–mantep–antep
Dalam melaksanakan tugas perjuangan kita, kita harus memiliki ketetapan hati (tetep), termasuk tekun bekerja, nggak menoleh ke kanan dan ke kiri. Kita harus tetap tertib dan berjalan maju. Kita harus selalu mantep, setia dan taat pada asas itu, teguh iman hingga nggak ada yang akan dapat menahan gerak kita atau membelokkan aliran kita. Sesudah kita tetap dalam gerak lahir kita, lalu mantep dan tabah batin kita, segala perbuatan kita akan antep, yaitu berat berisi dan berharga, nggak mudah dihambat, ditahan-tahan, dan dilawan oleh orang lain.
9. Ngandel–kendel–bandel
Kita harus ngandel, percaya, kepada kekuasaan Tuhan dan percaya kepada diri sendiri. Kendel, berani, nggak ketakutan dan was-was oleh karena kita percaya kepada Tuhan dan kepada diri sendiri. Bandel, yang berarti tahan dan tawakal. Dengan demikian maka kita jadi kendel, tebal, kuat lahir batin kita, berjuang untuk cita-cita kita.
10. Neng-ning–nung–nang
Dengan meneng (neng), tenteram lahir batin, nggak nervous, kita jadi wening (ning), bening, jernih pikiran kita, mudah membedakan mana yang benar dan mana yang salah, lalu kita jadi hanung (nung), kuat sentosa, kokoh lahir dan batin untuk mencapai cita-cita, hingga akhirnya menang (nang) dan mendapat wewenang, berhak dan kuasa atas usaha kita.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Siapa dan Apa Ajaran Ki Hadjar Dewantara?". Penulis : Palupi Annisa Auliani