“RSD pertama di YK itu tanggal 20 April 2013 di Slackers distro. Kemudian beberapa teman yang ngelapak di acara tersebut membuat komunitas Jogja Records Store Club (JRSC) yang secara rutin mengorganisir event Records Store Day dan Cassette Store Day chapter Yogyakarta,” katanya.
“Di Jogja kebetulan teman-teman yang tergabung di JRSC atau ikut di RSD YK selama ini berasal dari kalangan penjual rilisan fisik baik dari ranah pasar maupun dari kalangan musik (records label/band). Pada intinya kami sepakat untuk mengumpulkan semua pedagang rilisan fisik tersebut jadi satu tumplek bleg di RSD YK untuk memudahkan para penikmat rilisan fisik berburu disamping menjaga budaya rilisan fisik ini. Banyak juga yg datang bertanya tentang vinyl, kaset yang dikiranya sudah langka tapi ternyata di acara ini bisa mudah didapatkan,” lanjut Indra, yang juga menjabat sebagai Direktur JRSC.
Satria menegaskan, musisi lokal sangat diuntungkan dengan adanya keberadaan Record Store Day ini. Mereka dapat mempromosikan rilisan fisik baru mereka secara langsung kepada penikmat rilisan fisik dan juga memainkan lagunya secara live di atas panggung yang sudah disediakan di setiap acara Record Store Day.
Wahyu Acum, selaku vokalis band bangkutaman, mengaku kalau keberadaan Record Store Day di Indonesia sangatlah membantu mereka untuk mempromosikan karya maupun nama dari band-nya. Pada tahun 2012, di Record Store Day pertama yang dihelat di Monka Magic, bangkutaman merilis ulang albumnya, Love Among The Ruins, dalam bentuk CD. Sebelumnya, album itu dirilis hanya dalam bentuk kaset.
“Waktu itu, kita mencetak 300 kopi album Love Among The Ruins, dalam waku satu hari, ludes semuanya,” ujar Wahyu.
Wahyu, yang pernah menulis buku berjudul #GILAVINYL, menegaskan, keberadaan Record Store Day sangatlah mempermudah musisi-musisi untuk melakukan promosi.
“Karena sifat Record Store Day yang meriah, semua toko musik ada di sana, orang berkumpul di sana, otomatis ketika ada satu atau dua musisi yang merilis sesuatu, pasti mereka langsung dilihat orang, se-simple itu,” lanjutnya.
Begitu juga dengan Pandji Dharma bersama band-nya, Animalism, yang merilis sebuah boxset special dari mini album-nya yang berjudul Universe.
Kala itu, Pandji hanya menyetak 17 kopi saja, dan pastinya, dengan jumlah yang segitu, apalagi terbatas, langsung ludes dibeli pengunjung Record Store Day Indonesia tahun 2015.
“Yang gue rasakan sih jadi mempunyai wadah untuk merilis materi musik dengan eksposur yang banyak. Buat yang nggak tau musik kita, jadi tau. Karena pada dateng ke Record Store Day,” katanya.
“Nggak nyangka bakalan banyak yang beli sampe sold out. Makin ke sini, masyarakat Indonesia makin mendukung (Record Store Day),” paparnya.
Menjamurnya Record Store Day di Indonesia