Follow Us

Cerita Bersambung HAI: Menembus Langit Ep 22

Alvin Bahar - Rabu, 15 Februari 2017 | 11:00
Ilustrasi: Gio
Alvin Bahar

Ilustrasi: Gio

“Iya, tadi telat datang,” selorohnya. Aku pun bergumam dalam hati, “Oh, pantas martabaknya masih banyak.” Kalau saja disiplin waktu, pasti tidak sedikit penonton yang ingin mencicipi martabak itu sebelum masuk ke stadion.

“Siapa awak?” Semua orang yang pertama kali melihat penampilanku pasti akan bertanya yang sama. Mencari tahu sosok unik yang berpakaian cokelat-cokelat ini. Aku tak akan pernah bosan menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti itu.

“Saya dari Indonesia. Nama saya Fauna,” jelasku memperkenalkan diri. Karena tangan kananku belepotan minyak dari martabak yang tadi kupegang, aku tak mengajaknya bersalaman. Aku hanya merapatkan kedua telapak tanganku dan mengangkatnya sebagai tanda salam hormat.

“Dari Sumatera?” tanya si penjual martabak lebih spesifik. Aku terhenyak sejenak. “Mengapa dia bisa menyangkaku orang Sumatera? Apa wajahku mirip orang Batak?” gumamku. Padahal wajahku lebih dekat dengan raut orang India. Hitam kearab-araban.

“Bukan, saya dari Serang, Banten,” tegasku. Aku bangga menyebut kota asalku, Serang, kepada semua orang yang kutemui.

Mendengar jawabanku, si penjaja martabak memberikan respons yang membuatku terkejut. “Kumaha damang?” katanya. Aku pun memandang dalam-dalam ke wajahnya. Ah, dia memang seperti dari Jawa Barat.

“Awak dari Indonesia?” tanyaku menduga-duga. Benar saja, namun dia bukan orang Jawa Barat.

“Iya, dari Pagaralam,” jawabnya menyebutkan salah satu daerah yang sepertinya familiar dalam ingatanku namun lamat-lamat saja. Aku coba mengingat-ingat daerah yang baru saja dikatakan olehnya. Ah, daripada salah, aku tanya untuk memastikannya.

“Di mana itu Pagaralam?”

“Pagaralam, Sumatera Selatan. Tapi, orang tua keturunan Solo,” jelas dia. Aku pun teringat, Pagaralam itu sebuah kotamadya. Daerahnya berdekatan dengan Gunung Dempo, gunung tertinggi di Provinsi Sumatera Selatan.

Perbincangan pun berlanjut. Kami bercerita tentang daerah masing-masing. Tentang keramahan masyarakat Kota Serang dan dinginnya Kota Pagaralam. Andi, si penjual martabak itu, jadi antusias berbincang denganku. Maklum, orang yang dia temukan ini terbilang aneh. Bukannya melanjutkan sekolah atau bekerja, selepas SMA malah bersepeda keliling dunia. Tapi, Andi tidak mencibirku. Dia malah merasa beruntung bertemu denganku.

Dari gelagatnya, ia ingin tahu banyak tentang diriku. Tentu aku dengan senang hati memberikan informasi apa pun yang diinginkannya. Jalinan persahabatan langsung terpupuk malam Minggu ini. Suasana keakraban menjadi sebuah kebahagiaan yang dirasakan dengan hangat. Kami berdua terduduk di atas gundukan tanah pinggir taman dan larut dalam perbincangan seperti layaknya dua sahabat yang sudah lama tak bertemu. Andi dan dan Fauna asyik berbagi kisah.

Halaman Selanjutnya

***

Editor : Hai

Baca Lainnya

PROMOTED CONTENT

Latest