Follow Us

facebookinstagramyoutube_channeltwitter

Bisnis Merchandise Band Lokal Pada 90an: Kreatif Meski Nggak Dapet Cuan Banyak

Alvin Bahar - Sabtu, 14 Januari 2023 | 18:05
Sejumlah merchandise band lokal 90an
Dok. HAI

Sejumlah merchandise band lokal 90an

HAI-ONLINE.COM - Bisnis merchandise band lokal pada masa kini bisa dibilang penyelamat ekonomi kedua setelah manggung: kalo dikelola dengan baik, cuannya lumayan juga.

Katakanlah nama besar seperti Noah, Seringai, Iwan Fals, atau Raisa yang merchandise-nya laris bak kacang goreng.

Nama-nama segmented seperti Avhath, Total Jerks, hingga Enola pun sering pula jual merchandise hingga sold out.

Sudah banyak musisi masa kini yang sadar kalo memiliki intellectual property yang bisa dijual ke penikmat musik, dan menghasilkan pundi-pundi yang bahkan jauh lebih gede dari penghasilan dari digital streaming provider.

Namun, apa di masa lalu musisi juga sudah punya kesadaran yang sama?Mengutip arsip HAI, sesedikitnya hanya empat band aja yang merilis merchandise resmi pada 90-an silam. Mereka adalah Kla Project, Pas Band, Slank, dan Protonema.

Kalo saat itu perkembangan bisnis merch di Barat sudah begitu maju, sehingga mendatangkan penghasilan yang nggak kalah besar dengan honor manggung yang bersangkutan, kondisi bisnis suvenir artis kita malah masih jalan di tempat.

Para musisi masih terperangkap oleh dua kepentingan yang berbeda: Yakni, antara tuntutan untuk profesional dengan keinginan menyenangkan penggemar.

Misalnya Slank. Berangkat dari keinginan untuk memanjakan penggemarnya, Bimbim (drum) mendirikan Slank Merchandise, berbarengan dengan diresmikannya Pulau Biru Production.

Karena nggak mau pusing, dan mungkin juga pengen profesional, saat itu Bimbim mempekerjakan tiga karyawan khusus buat ngurusin penjualan.

Salah seorang di antaranya adalah lla Sidharta, adik kandungnya.

Baca Juga: Joger dan Dagadu, Kaos Humor Favorit Remaja 90an. Gimana Nasibnya Sekarang?

Slank juga sudah sadar kalo merchandise bukan sekedar kaos. Mereka juga merilis poster, stiker, celana pendek, sampai korek api gas.

Yang unik, Slank juga menyediakan kain Bali yang bergambar logo grup itu. Awalnya Slank hanya melayani penjualan lewat pos wesel.

Perlahan kemudian, Kaka dkk "membuka diri".

Caranya? Setiap hari Minggu pada 1996 mereka bikin cara Anplak (maksudnya, pasti Unplugged). Yang tampil tentu saja artis yang tergabung dalam Pulau Biru; Imanez, Well Willy, Traxap, dan Slank sendiri.

Sifatnya saat itu sekadar pendekatan. Artinya, mereka yang sudah punya Kartu Slankers-lah yang bisa nonton, setelah terlebih diwajibkan membeli dua merchandise apa saja.

Bagi yang belum menjadi anggota, bisa mencatatkan diri pada saat acara berlangsung.

Berapa penghasilan SM perbulan? Ternyata, cuma Rp 1 juta. Bisa dibilang nggak terlalu besar kalo buat Slank, tapi jumlah ini menjadi "plus-plos" untuk bayar listrik, telepon, dan gaji ketiga karyawan tadi.

"Sampai saat ini sih, merchandise yang kita keluarkan belum sepenuhnya untuk bisnis. Tetapi lebih kepada pendekatan dengan penggemar," ungkap Bimbim, dikutip dari arsip HAI tahun 1996.

Pas Band melawan pembajak

Sejumlah merchandise Slank dan Protonema dari masa lalu

Sejumlah merchandise Slank dan Protonema dari masa lalu

Kalo Slank punya banyak macam merchandise di masa lalu, maka Pas cukup dua saja.

Sejak mulai bergerak dalam penjualan merchandise pada 1994 (tahun dilepasnya album mini Four Through The SAP), mereka hanya mengeluarkan kaos dan stiker. Cuma yang terakhir itu bentuknya beraneka ragam.

Harga kaos saat itu adalah Rp. 22.500. Khusus buat anggota fans club mereka ngasih potongan Rp. 2.500.

Sedang harga stiker berkisar antara Rp. 1000 sampai dengan Rp. 3000.

Nah, "status" stiker inilah yang kurang jelas.

"Kita sering ngebagi-bagiin kalo kebetulan lagi show ke daerah," terang Richard Mutter, drummer Pas.

Sekali waktu mereka pernah juga menjual pin seharga Rp. 750. Tapi kemudian produksinya dihentikan setelah di luaran beredar pin bajakan.

Ulah tukang bajak ini membuat personel Pas gregetan. Karena bukan nggak mungkin merchandise lain pun kena bajak pula.

Akhirnya diambil keputusan: desain kaos nggak boleh dibuat ulang. Artinya, habis ganti.

Itu sebabnya, pada 1990an saja Pas memiliki enam macam desain kaos yang berbeda satu sama lain. Setiap model nggak pernah lebih dari sepuluh lusin. Sekarang sih jadi buruan kolektor.

Berapa keuntungan diperoleh Pas pada masa itu? Richard nggak menyebut angka pasti.

Sebagai gambaran saja, sebuah kaos membutuhkan dana Rp. 10.000. kemudian dijual minimal 17.500. Semua masuk ke kas. Dari situ baru dibuat pendistribusian.

Antara lain Rp. 60.000 untuk biaya latihan seminggu tiga kali. Lalu penerbitan Buletin.

Untuk melayani penjualan, Richard "menyelipkan" kaos dan stiker itu di toko miliknya, Reverse, yang memang menjual berbagai macam kaos bergambar grup rock.

Kalo Protonema memulai bisnisnya dengan dana Rp 1.5 juta, dengan sejumlah gimmick seru.

Seperti, mereka bikin kaos dalam jumlah terbatas (lmited edition) seharga Rp. 20.000.

Sedang enam macem lainnya mereka jual seharga Rp 15.000, dan stiker bertuliskan Protonema seharga Rp 1.500.

"Khusus buat anggota fans club, kami ngasih diskon sepuluh persen," ungkap Vivi, koordinator Protonema.

Dari empat nama yang HAI sebut, bisa dibilang hanya Slank dan Pas Band yang sampai sekarang merchandising-nya masih aktif.

Namun, yang jelas mereka pasti telah menginspirasi banyak musisi lain untuk melakukan hal serupa.

Editor : Hai

Baca Lainnya





PROMOTED CONTENT

Latest

x