Follow Us

facebookinstagramyoutube_channeltwitter

Sebagai Penghormatan untuk Hilman Hariwijaya, Ini Cerpen Lupus yang Pertama Terbit di HAI

Alvin Bahar - Kamis, 10 Maret 2022 | 18:05
Penampilan pertama Lupus di HAI, sebagai bonus.
HAI

Penampilan pertama Lupus di HAI, sebagai bonus.

HAI-ONLINE.COM - Pertama kali nama Lupus muncul di HAI di tahun 1986 (Majalah Hai 17/X, saat itu berbentuk bonus novelet-Red). Cerpen yang tayang pertama adalahTangkaplah Daku, Kau Kujitak!. Sejak awal, Lupus memang terlihat lumayan beda dari cerpen-cerpen lain: terasa lebih jujur dan relate dengan remaja pada masanya.

Sebagai penghormatan untuk almarhum Hilman Hariwijaya yang wafat pada Rabu (9/3/2022), kami menayangkan cerpen pertama Lupus di HAI. Silakan:

Baca Juga: Ini Penampakan Pertama Lupus di HAI: Awalnya Bonus di Tahun 1986

Cerpen pertama Lupus di HAI

Cerpen pertama Lupus di HAI

Kenal Lupus? Anak kelas satu SMA Merah Putih yang doyan mengenakan baju lengan panjang itu? Dia lumayan ngetop lho! Serius. Kalau kebetulan kamu mampir ke rumahnya dan menyebut namanya, pasti orang seisi rumah pada tau semua. Itukan membuktikan bahwa dia cukup ngetop. Setidaknya, ya... diantara orang seisi umahnya.

Model anaknya seperti kebanyakan remaja sekarang; kurus dan rada tinggi. Tampangnya lumayanlah, daripada kejepit pintu.. Yang menarik sih model rambut dengan rambut depan yang panjang hampir menutupi matanya. Sementara bagian samping dipotong rapih kearah belakang. Sedang bagian belakang, panjang hampir menutupi kerah, "Biar kayak John Taylor," sahutnya ge-er.

"Eh, kamu dari belakang malah kayak Mick Jagger deh," begitu teman-temannya sering memujinya, "tapi kalo dari samping, kok kayak Mikrolet..?" Dan Lupus tak pernah merasa tersinggung diledek begitu.

Bila kamu kebetulan sempat memperhatikan dengan lebih seksama lagi, kamu akan melihat dia selalu membawa permen karet kemana dia pergi. Jangan sekali-kali minta, karena dia terlalu pelit untuk memberikan makanan-makanan yang sangat dia sukai. Kecuali kalau kamu tukar dengan coklat yang harganya tentu lebih mahal.

Dan Lupus hanya akan memakan permen karetnya saat dia merasa grogi, bingung atau tidak mempunyai makanan lain yang bisa dia minta dari temannya secara gratis. Curang ya? Dia memang begitu. Dan satu hal yang jelek, dia tak pemah bisa menghilangkan kebiasaan buruknya untuk menempelkan bekas permen karet pada bangku sebelahnya yang kosong di bis kota. Entah berapa korban yang telah dirugikannya.

Satu hal lagi yang perlu kamu ketahui, dia mempunyai sifat yang sangat pendiam. Terutama kalau lagi tidur. Tapi nggak tentu juga. Dia bisa menjadi orang yang begitu cerewet jika berkumpul dengan orang-orang yang disukainya.

Dan seperti kebanyakan remaja lainnya, diapun amat menyukai musik. Semua musik, kecuali musik illustrasi film horor. Dia tak bisa melepas kebiasaannya untuk bernyanyi kalau lagi jalan-jalan. Kalau sudah begitu, teman sebelahnya akan terkejut dan menatap cemas padanya, "Kamu lagi batuk ya?"

Dia juga suka menulis artikel dan kadang juga cerpen di majalah remaja. Keahlian ini mungkin satu-satunya hal yang bisa dibanggakan dari dirinya. Karena dengan begitu, dia tak pemah minta uang dari ibunya kecuali kalau terpaksa (Malangnya, dia justru sering berada dalam keadaan dimana dia terpaksa harus minta uang pada ibunya).

Tapi ibunya yang baik hati itu tak pernah kesal. Sebab kalau lagi punya uang banyak, Lupus sering memberikannya sebagian pada ibunya. Seperti hari-hari sebelumnya, pagi itu Lupus bengong nungguin bis di terminal Grogol. Sejak terminal bis Grogol dipindahkan ke Kalideres (Eh. tau Kalideres khan? Itu lho dekat Kalifornia..), Lupus memang merasa dirugikan. Bis-bis yang lewat situ sudah sarat dengan penumpang. Dan kalau begitu, bis-bis itu pada jual mahal semua. Mereka terlalu gengsi untuk sekedar mampir di Terminal Grogol guna menjemput Lupus.

Walhasil, Lupus terpaksa sering kedapetan sedang mengejar-ngejar bis yang berhenti agak jauh di depan. Ditambah lagi bis yang jurusannya lewat sekolah Lupus termasuk langka. Kadang sebulan sekali baru lewat. Itu juga kalau supirnya merasa iseng karena tak ada hal lain yang perlu dikerjakan (hehehe...).

Dan saat itu, Lupus masih asyik berbengong- ria. Saking lamanya, muka udah kayak 'terminal face'. Mana bawaannya lumayan banyak seperti orang yang mau pulang kampung. Ini gara-gara guru biologi yang menyuruh bawa contoh-contoh tanaman, baju praktek dan barang-barang lain untuk praktekum biologi siang nanti.

Bis yang ditunggu muncul. Maka seperti para transmigran lain, Lupus dengan semangat '45 turut berpartisipasi membudayakan lari pagi dalam rangka mengejar bis kota. Lumayan, Lupus bisa menyusup ke dalam, berdesakan dengan seorang gadis manis berseragam sekolah. Dan ini memang merupakan satu-satunya nikmat yang diberikan Tuhan buat orang-orang seperti Lupus.

Hanya pada saat itu Lupus berani menyentuh cewek, mencium bau parfumnya dan sekaligus mengajaknya ngobrol. Siapa tau jodoh... Dan tak terlalu aneh memang kalau Lupus pun mempergunakan kesempatan itu. Setelah berlagak tak sengaja nginjek kaki cewek manis itu, Lupus dengan wajah memelas mencoba memulai komunikasi dengannya.

Meski kata orang, menjalin komunikasi itu bisa dengan beberapa cara, tetapi rasanya cara inilah yang paling tepat buat Lupus. "Eh, maaf ya. Nggak sengaja. Abis didorong-dorong sih. Sakit ya?" ekspresi Lupus benar-benar sempuma menunjukkan rasa penyesalannya. Wah, ada bakat jadi aktor watak dia. "Enggak. Enggak sakit. Injek aja terus!" sahut cewek itu dingin.

Lupus kaget Berkat sandiwaranya yang kurang sempuma, dia sampai lupa mengangkat kakinya yang menginjak kaki cewek itu. "Eh, kamu marah ya?' Wajah Lupus penuh penyesalan. Kali ini serius. Gadis itu tersenyum. Oh God, ini kesempatan baik. "Nama kamu siapa?" tanya Lupus lagi setelah beberapa saat saling membisu. Gadis itu sedikit heran mendengar pertanyaan yang rada lain' itu. Dasar cowok, abis nginjek minta kenalan.

Beberapa saat dia cuma memandang Lupus. Lupus jadi serba salah sendiri. Jadi mikir, apa dosa nanya begitu? "Saya Yanti. Kamu siapa?" sahutnya balik bertanya. "Saya Lupus,' jawabnya sambil mengulurkan tangan. Dan bisa ditebak. (Untuk seterusnya mereka ngomong soal sekolah, cuaca, film, musik dan makanan favorit.)

Di luar jalanan macet Pagi-pagi begini memang banyak orang yang bertugas. Tapi Lupus sama sekali tidak mengutuki keadaan itu. Malah bersukur. Dan di Senayan, seseorang turun. Meninggalkan bangku kosong yang langsung diduduki Yanti. Lupus pun segera menitipkan bawaannya yang banyak kepada Yanti. Contoh-contoh tanaman serta diktat yang besar-besar.

Tapi sial! Di sebelah Yanti ternyata duduk seorang cowok yang langsung mengajak ngomong Yanti. Jauh lebih agresif dari Lupus. Ngomongnya disertai humor-humor yang sama sekali tidak lucu menurut Lupus, tapi bisa membuat Yanti tertawa-tawa kecil. Lupus mengutuki Yanti yang begitu mudah akrab dengan cowok itu, sampai menelantarkan dirinya. Dasar cewek! Makinya dalam hati.

Dan dia terus menggerutu sampai kelupaan turun. Akhirnya dengan tergesa-gesa, Lupus pun menerobos desakan penumpang untuk segera melompat ke pintu bis, "Kiri! Kiri bang!" teriaknya sambil menggedor-gedor pintu. Sang kondektur memandang sewot ke arahnya," Sial lu! Bukan dari tadi bilangnya!" Lupus melompat turun sambil meledek kondektur yang marah-marah. Lalu jalan menelusuri trotoar. Tapi, astaga! Barang-barang bawaan serta diktatnya ketinggalan di bis! Lupus langsung balik hendak mengejar bis itu, tapi yang tertinggal cuma kepulan debu dan derunya.

Lupus habis memaki-maki. Dasar cewek pembawa petaka! Percuma tadi bangun pagi-pagi nyari contoh tanaman buat praktek kalo akhirnya begini! Mau pulang lagi, jelas nggak keburu. Wah. rasanya mau' teriak keras-keras. Menumpahkan kekesalan yang mbludag di hatinya. Tapi situasi tak mengijinkan. Banyak anak-anak sekolah yang lagi jalan. Jangan-jangan malah dikira gila.

Jalan paling aman ialah memakan permen karet dan menggigitnya keras-keras. Dia nyesel, kenapa tadi rambutnya si Yanti nggak ditempelin permen karet aja, biar tau rasa!

"Hei Lupus!!!!" dari kejauhan terdengar suara cewek memanggil. Lupus segera menoleh. Eh, itu Yanti sambil mengacungacungkan tanaman serta diktatnya. "Kamu lupa bawa ini ya?' teriaknya lagi. Wajah Lupus berubah cerah. Lho, Yanti kan harusnya turun di Mayestik, kok dia bela-belain ngebalikin barang-barang itu sih?, pikirnya.

"Wah, makasih banget Yan! Bawa sini dong!" sahut Lupus girang sambil menghampiri Yanti, tetapi Yanti malah menjauh sambil tertawa-tawa. "Ayo, tangkap dulu dong. Hahahaha.," Dan Lupus pun mengejarnya dengan mudah. Hm, romantisme ndeso! Merekapun tertawa-tawa.

"Kamu sombong ya, turun nggak bilang-bilang!" sahut Yanti terengah-engah. Lupus cuma mencibir. "Kamu sih keasyikan ngobrol sama cowok itu. Jadi ngelupain saya!" balas Lupus. "Idih, cemburu ya?" 'Nggak!!" jawab Lupus dengan wajah memerah. Tapi akhimya Lupus pun dengan setia menemani Yanti menunggu bis yang akan lewat berikutnya. Nggak perduli bel sekolah yang berdentang di kejauhan. Dan dia malah bersukur ketika bis yang ditunggu tak kunjung tiba.

Editor : Hai

Baca Lainnya





PROMOTED CONTENT

Latest

x