Follow Us

Sebagai Penghormatan untuk Hilman Hariwijaya, Ini Cerpen Lupus yang Pertama Terbit di HAI

Alvin Bahar - Kamis, 10 Maret 2022 | 18:05
Penampilan pertama Lupus di HAI, sebagai bonus.
HAI

Penampilan pertama Lupus di HAI, sebagai bonus.

Tapi ibunya yang baik hati itu tak pernah kesal. Sebab kalau lagi punya uang banyak, Lupus sering memberikannya sebagian pada ibunya. Seperti hari-hari sebelumnya, pagi itu Lupus bengong nungguin bis di terminal Grogol. Sejak terminal bis Grogol dipindahkan ke Kalideres (Eh. tau Kalideres khan? Itu lho dekat Kalifornia..), Lupus memang merasa dirugikan. Bis-bis yang lewat situ sudah sarat dengan penumpang. Dan kalau begitu, bis-bis itu pada jual mahal semua. Mereka terlalu gengsi untuk sekedar mampir di Terminal Grogol guna menjemput Lupus.

Walhasil, Lupus terpaksa sering kedapetan sedang mengejar-ngejar bis yang berhenti agak jauh di depan. Ditambah lagi bis yang jurusannya lewat sekolah Lupus termasuk langka. Kadang sebulan sekali baru lewat. Itu juga kalau supirnya merasa iseng karena tak ada hal lain yang perlu dikerjakan (hehehe...).

Dan saat itu, Lupus masih asyik berbengong- ria. Saking lamanya, muka udah kayak 'terminal face'. Mana bawaannya lumayan banyak seperti orang yang mau pulang kampung. Ini gara-gara guru biologi yang menyuruh bawa contoh-contoh tanaman, baju praktek dan barang-barang lain untuk praktekum biologi siang nanti.

Bis yang ditunggu muncul. Maka seperti para transmigran lain, Lupus dengan semangat '45 turut berpartisipasi membudayakan lari pagi dalam rangka mengejar bis kota. Lumayan, Lupus bisa menyusup ke dalam, berdesakan dengan seorang gadis manis berseragam sekolah. Dan ini memang merupakan satu-satunya nikmat yang diberikan Tuhan buat orang-orang seperti Lupus.

Hanya pada saat itu Lupus berani menyentuh cewek, mencium bau parfumnya dan sekaligus mengajaknya ngobrol. Siapa tau jodoh... Dan tak terlalu aneh memang kalau Lupus pun mempergunakan kesempatan itu. Setelah berlagak tak sengaja nginjek kaki cewek manis itu, Lupus dengan wajah memelas mencoba memulai komunikasi dengannya.

Meski kata orang, menjalin komunikasi itu bisa dengan beberapa cara, tetapi rasanya cara inilah yang paling tepat buat Lupus. "Eh, maaf ya. Nggak sengaja. Abis didorong-dorong sih. Sakit ya?" ekspresi Lupus benar-benar sempuma menunjukkan rasa penyesalannya. Wah, ada bakat jadi aktor watak dia. "Enggak. Enggak sakit. Injek aja terus!" sahut cewek itu dingin.

Lupus kaget Berkat sandiwaranya yang kurang sempuma, dia sampai lupa mengangkat kakinya yang menginjak kaki cewek itu. "Eh, kamu marah ya?' Wajah Lupus penuh penyesalan. Kali ini serius. Gadis itu tersenyum. Oh God, ini kesempatan baik. "Nama kamu siapa?" tanya Lupus lagi setelah beberapa saat saling membisu. Gadis itu sedikit heran mendengar pertanyaan yang rada lain' itu. Dasar cowok, abis nginjek minta kenalan.

Beberapa saat dia cuma memandang Lupus. Lupus jadi serba salah sendiri. Jadi mikir, apa dosa nanya begitu? "Saya Yanti. Kamu siapa?" sahutnya balik bertanya. "Saya Lupus,' jawabnya sambil mengulurkan tangan. Dan bisa ditebak. (Untuk seterusnya mereka ngomong soal sekolah, cuaca, film, musik dan makanan favorit.)

Di luar jalanan macet Pagi-pagi begini memang banyak orang yang bertugas. Tapi Lupus sama sekali tidak mengutuki keadaan itu. Malah bersukur. Dan di Senayan, seseorang turun. Meninggalkan bangku kosong yang langsung diduduki Yanti. Lupus pun segera menitipkan bawaannya yang banyak kepada Yanti. Contoh-contoh tanaman serta diktat yang besar-besar.

Tapi sial! Di sebelah Yanti ternyata duduk seorang cowok yang langsung mengajak ngomong Yanti. Jauh lebih agresif dari Lupus. Ngomongnya disertai humor-humor yang sama sekali tidak lucu menurut Lupus, tapi bisa membuat Yanti tertawa-tawa kecil. Lupus mengutuki Yanti yang begitu mudah akrab dengan cowok itu, sampai menelantarkan dirinya. Dasar cewek! Makinya dalam hati.

Dan dia terus menggerutu sampai kelupaan turun. Akhirnya dengan tergesa-gesa, Lupus pun menerobos desakan penumpang untuk segera melompat ke pintu bis, "Kiri! Kiri bang!" teriaknya sambil menggedor-gedor pintu. Sang kondektur memandang sewot ke arahnya," Sial lu! Bukan dari tadi bilangnya!" Lupus melompat turun sambil meledek kondektur yang marah-marah. Lalu jalan menelusuri trotoar. Tapi, astaga! Barang-barang bawaan serta diktatnya ketinggalan di bis! Lupus langsung balik hendak mengejar bis itu, tapi yang tertinggal cuma kepulan debu dan derunya.

Lupus habis memaki-maki. Dasar cewek pembawa petaka! Percuma tadi bangun pagi-pagi nyari contoh tanaman buat praktek kalo akhirnya begini! Mau pulang lagi, jelas nggak keburu. Wah. rasanya mau' teriak keras-keras. Menumpahkan kekesalan yang mbludag di hatinya. Tapi situasi tak mengijinkan. Banyak anak-anak sekolah yang lagi jalan. Jangan-jangan malah dikira gila.

Editor : Hai

Baca Lainnya

PROMOTED CONTENT

Latest