Bisa juga, sambung dia, adanya suatu obat yang memiliki risiko efek samping yang sama dengan obat lain yang digunakan bersama, sehingga akan semakin meningkatkan risiko total efek sampingnya.
Jika efek samping tersebut membahayakan, tentu hasil akhirnya akan membahayakan.
Dia memberi contoh obat azitromisin dan hidroksiklorokuin yang sama-sama memiliki efek samping mengganggu irama jantung maka bisa terjadi efek total yang membahayakan jika digunakan bersama.
Selain itu, peningkatan efek terapi suatu obat akibat adanya obat lain juga dapat berbahaya jika efek tersebut menjadi berlebihan.
Lalu, bagaimana menghindari interaksi obat?
Baca Juga: Kontra Covid-19, Inilah Profil Dr. Lois Owien yang Bukan Seorang Dokter Lagi
Menurut Zullies sebetulnya itu tergantung dari mekanisme interaksinya, apakah pada aspek farmakokinetik (memengaruhi absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi obat lain) atau farmakodinamik (ikatan dengan reseptor atau target aksinya).
Ada interaksi obat yang bisa dihindari dengan cara mengatur cara pemberiannya supaya tidak diberikan dalam satu waktu,. Ada pula, sambung dia, yang diatur dengan cara menyesuaikan dosis, atau bahkan ada yang dihindari dengan mengganti sama sekali dengan obat lain yang kurang berinteraksi.
"Sekali lagi, hal ini tidak bisa digeneralisir dan harus dilihat kasus demi kasus secara individual. Bahkan, kadang tidak semua kejadian interaksi obat itu bermakna klinis, walaupun secara teori ada kemungkinan interaksi," ujar Zullies.
Nah, itu tadi penjelasan guru besar UGM terkait dengan pembicaraan di masyarakat yang mengangap kalau interaksi obat membuat pasien Covid-19 meninggal. Gimana? Sudah jelas kan sekarang? (*)
Baca Juga: Simak Aturan Baru Naik Kereta Api Ini, GeNose Nggak Berlaku Lagi!
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul"Guru Besar UGM: Interaksi Obat Tak Picu Pasien Covid-19 Meninggal"