Follow Us

Berhasil Temukan ‘Kota Emas yang Hilang’, Arkeolog: Seperti Pompeii Versi Mesir!

Hanif Pandu Setiawan - Senin, 12 April 2021 | 20:00
Kota Emas Luxor yang hilang.
ZAHII HAWASS

Kota Emas Luxor yang hilang.

Para arkeolog juga menemukan sesuatu yang sangat berbeda dari situs kota ini: dinding-dinding bata lumpur berliku-liku setinggi sembilan kaki dan tumpukan artefak kuno dari era Amenhotep III.

Baca Juga: Throwback ke 1918 saat Orang Nunggu Bioskop Dibuka, Mirip Kondisi Saat Ini

Struktur bangunan di situs kota ini juga menyimpan barang-barang keperluan sehari-hari. Banyak di antara benda-benda yang ditemukan ini terkait dengan produksi artistik dan industri yang mendukung ibu kota firaun tersebut.

Ada rumah tempat para pekerja mungkin pernah tinggal, toko roti dan dapur, barang-barang yang berkaitan dengan produksi logam dan kaca, bangunan yang tampaknya berkaitan dengan administrasi, dan bahkan pemakaman yang dipenuhi dengan kuburan batu.

Walaupun ukuran kota ini belum ditentukan, asal tahun kota ini dapat diketahui dengan jelas berkat hieroglif pada berbagai benda yang ditemukan. Sebuah bejana berisi dua galon daging rebus bertuliskan tahun 37—masa pemerintahan Amenhotep III.

Scarab, batu bata, bejana, benda yang ditemukan dan lainnya juga memiliki segel atau tanda kerajaan Amenhotep III.

"Kota hilang ini merupakan penemuan arkeologi terpenting setelah makam Tutankhamun," ujar Betsy Bryan, profesor seni dan arkeologi Mesir di Johns Hopkins University.

Bryan, yang nggak terlibat dalam penggalian, mengunjungi situs tersebut pada hari ketika para arkeolog menemukan langit-langit tanah liat kecil yang dicap dengan hieroglif bertuliskan 'Aten ditemukan hidup di atas kebenaran.'

"Itu adalah julukan Akhenaten," kata Bryan. Meskipun langit-langit itu bertuliskan nama Akhenaten, Bryan mengatakan kota itu adalah bagian dari kompleks istana Amenhotep II, ayah Akhenaten.

Baca Juga: Fotografi Hindia Belanda: dari Pariwisata hingga Mengalami Kelumpuhan

Begitu Akhenaten berkuasa dan mengubah lokasi istana barunya, dia meninggalkan kota ayahnya itu.

Kehilangan kota itu ternyata menjadi keuntungan arkeologi modern saat ini. “Luar biasa indah,” kata Ikram.

Editor : Hai

Baca Lainnya

PROMOTED CONTENT

Latest