Follow Us

Fotografi Hindia Belanda: dari Pariwisata hingga Mengalami Kelumpuhan

Hanif Pandu Setiawan - Selasa, 30 Maret 2021 | 16:20
Anak-anak berbusana tokoh-tokoh dalam wayang orang pada akhir abad ke-19. Kassian Cephas memotretnya di Yogyakarta sekitar 1890.
Kassian Chepas/Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde

Anak-anak berbusana tokoh-tokoh dalam wayang orang pada akhir abad ke-19. Kassian Cephas memotretnya di Yogyakarta sekitar 1890.

Dalam webinar, ia menjelaskan bila Cephas juga turut dalam kebutuhan dokumenter Archaeologische Vereeniging, lembaga arkeologi Belanda. Kontribusinya diakui sebagai pelesetari warisan budaya Jawa lewat keanggotaan KITLV, dan emas kehormatan Ordo Oranje-Nassau.

Baca Juga: Kerangka Manusia di Situs Majapahit Bisa Ungkap Era Klasik Indonesia

Meski fotografi merebak di Hindia Belanda, bukan berarti pemerintah membuatnya menjadi wadah kebebasan berekspresi rakyat kolonial. Carey mengungkapkan, pemerintah memiliki sensor yang ketat akan citra mereka di tanah jajahan agar tak terpublikasi ke Eropa.

Pada abad ke-19, pemerintah menggunakan fotografi untuk pariwisata dengan konsep Mooi Indie untuk menggoda pelancong Eropa. Konsep ini—diterapkan pula dalam seni lukis—mendapat kritikan dari Abdul Moeis dan Henk Sneevliet, karena itu merupakan propaganda yang mengekspresikan secara tak adil pada realita ketimpangan di dalam negeri.

Perkembangan fotografi juga tak diimbangi oleh pengembangan produksi di Hindia Belanda.

"Setahu saya, tidak ada pabrik [kamera] di sini yang didirikan oleh Belanda untuk bisa menyuplai pasar lokal," kata Carey. Menurutnya ini adalah kesengajaan agar koloni tak menyaingi industri kamera di Eropa.

Inilah yang dianggap menjadi petaka persaingan bisnis kamera di Hindia Belanda sendiri, terutama ketika Jepang sudah 'naik pangkat' setara dengan orang Eropa berkat restorasi Meiji mereka. Mereka memiliki pabrik kamera di Jepang, dan lebih suka menjual dan mengajarkan kamera pada kalangan bumiputera daripada Eropa.

Baca Juga: Sejarah Catur: Dari Salah Satu Permainan Tertua hingga Masuk Indonesia

Pada saat itu nggak ada kamera produksi dalam negeri.

Yang tercatat dalam sejarah adalah toko kamera pertama yang dimiliki oleh Tio Tek Hong yang berada di Sawah Besar, Jakarta. Toko ini juga menjadi pioner perusahan rekaman di Indonesia sejak 1902.

Karen Strassler dalam The Journal of Asian Studies (Vol.67 No.2 tahun 2008) mengungkapkan, perlengkapan kamera yang didistribusikan merupakan barang yang diimpor dari berbagai negara seperti Shanghai, Jerman, Jepang, Singapura, dan Hong Kong.

"Toko Tio Tek Hong menyediakan modernitas di sini," terang sejarawan budaya Tionghoa Didi Kwartanada saat diwawancarai. Dalam penelitian Strassler, Didi juga turut berkontribusi.

Source : nationalgeographic.co.id

Editor : Al Sobry

Baca Lainnya

PROMOTED CONTENT

Latest