Follow Us

Hikikomori, 'Social Distancing' yang Tergolong Sebagai Penyakit

Hanif Pandu Setiawan - Minggu, 14 Maret 2021 | 18:24
Ilustrasi hikikomori.
Pixabay

Ilustrasi hikikomori.

Baca Juga: Rahasia Berperang Samurai Jepang Terungkap di Sebuah Teks Kuno Berusia 500 Tahun. Seperti Apa?

Dampak ekonomi hikikomori

Karena hikikomori menolak berpartisipasi dalam masyarakat, terutama bekerja, ekonomi Jepang mengalami kesulitan.

“Mereka nggak berkontribusi pada pasar pekerja. Selain itu, karena mereka nggak mandiri, ketika dukungan dan tunjangan dari keluarga sudah nggak ada, hikikomori bergantung pada negara,” kata Jeff.

Dikutip dari Bloomberg, Shinzo Abe, Perdana Menteri Jepang, pada 2016, mengumumkan rencana untuk membangun pusat konseling dan staf pendukung untuk mengunjungi hikikomori di rumahnya. Dengan harapan, cara itu bisa meningkatkan semangat hikikomori untuk bekerja.

Namun, menurut Kageki Asakura, dekan Shure Universitas, itu hanya akan menambah tekanan pada hikikomori.

Apa solusinya?

Kyoko, yang mengurung di rumahnya pada usia 20-an, mengatakan dia mulai kembali ke masyarakat, satu dekade kemudian.

Selama mengunci diri itu, Kyoko beberapa kali ingin bunuh diri, mengunjungi psikiater dan berbicara dengan hikikomori lain. Saat memasuki usia 40, ia mulai menangani kelompok bantuan untuk hikikomori di Yokohama, wilayah tempat tinggalnya.

Grup relawan lain seperti New Start, coba mengajak hikikomori untuk mengunjungi komunitas, mendapat pengalaman kerja dan bersosialisasi.

Hikikomori lain membuat koran yang khusus membahas penyakit mental ini. Dipublikasikan pada November 2016, koran Hikikomori mendiskusikan fenomena ini di seluruh negara dan berharap bisa menghubungkan para pengidap dengan dunia luar.

Baca Juga: Nggak Cuma Bikin Otak Panas, NASA Catat 2020 Jadi Tahun dengan Suhu Terpanas

Source : nationalgeographic.co.id

Editor : Hai

Baca Lainnya

PROMOTED CONTENT

Latest