HAI-Online.com – Jauh sebelum pandemi Covid-19 melanda dunia, sebagian masyarakat Jepang udah ngelakuinsocial distancing dan nggak bepergian ke luar rumah lewat hikikomori, sebuahkebiasaan yang merujuk pada orang-orang yang mengurung diri di rumah dan menghindari kontak sosial.
Hayashi Kyoko, salah satu warga Jepang yang pernah melakukan hikikomori menceritakan, di mulai mengunci dirinya dari masyarakat ketika kepala sekolahnya membicarakan tentang ujian masuk universitas, di hari pertama ia masuk sekolah.
“Kehidupan menyenangkan SMA yang saya nanti-nantikan berubah menjadi persiapan ujian masuk kuliah,” ujar perempuan asli Jepang ini.
“Itu memberikan kejutan besar. Saya merasa nggak cocok dalam sistem pendidikan yang ketat. Perasaan ini akhirnya mempengaruhi fisik. Saya berhenti pergi ke sekolah,” cerita Kyoko.
Saat beranjak dewasa, Kyoko mulai bekerja paruh waktu. Ia menghadapi tekanan dari ibunya. Kyoko mengatakan, dia sudah "mencapai batas" dan nggak mampu keluar dari rumah dan bertemu orang-orang.
Kyoko nggak sendiri. Ia menjadi salah satu dari setengah juta warga Jepang yang mengidap hikikomori.
Titik terendah Kyoko adalah saat ia berada di usia 20an. “Saya menghabiskan waktu untuk mengkritik diri sendiri. Yang saya lakukan sepanjang hari hanyalah makan, buang air, dan bernapas. Saya seperti mayat hidup. Saya nggak bisa menemukan sedikit pun hal yang berharga dalam diri. Saya merasa hidup saya nggak berarti,” paparnya.
“Saya memiliki kemarahan yang mengerikan di dalam diri dan nggak tahu ke mana mengarahkannya. Akhirnya, saya selalu merasa kelelahan,” tambah Kyoko.
"Penyakit kelas menengah"
Pemerintah Jepang telah menegaskan bahwa hikikomori merujuk pada orang-orang yang nggak mau meninggalkan rumahnya atau berinteraksi dengan orang lain senggaknya selama enam bulan.
Namun, hikikomori hadir dalam berbagai bentuk. Kondisi seseorang bisa sangat parah sehingga dia nggak memiliki energi untuk bangkit dari kursi menuju toilet.