Follow Us

Kisah Inspiratif Moorissa Tjokro: Insinyur Muda Indonesia di Balik Teknologi Autopilot Mobil Tesla

Bagas Rahadian - Senin, 21 Desember 2020 | 14:00
Moorissa Tjokro (tengah) Autopilot Software Engineer Tesla, bersama rekan-rekan kerjanya.
DOK MOORISSA TJOKRO via VOA INDONESIA

Moorissa Tjokro (tengah) Autopilot Software Engineer Tesla, bersama rekan-rekan kerjanya.

“Kita pengin banget, gimana caranya bisa membuat sistem itu seaman mungkin. Jadi sebelum diluncurkan autopilot software-nya, kita selalu ada very rigorous testing (pengujian yang sangat ketat), yang giat dan menghitung semua risiko-risiko agar komputernya bisa benar-benar aman untuk semuanya,” jelas perempuan yang sudah menetap di Amerika sejak 2011 ini.

Bekerja hingga 70 jam seminggu

Fitur Full-Self-Driving ini adalah salah satu proyek terbesar Tesla yang ikut digarap oleh Moorissa, yang merupakan tingkat tertinggi dari sistem autopilot, di mana pengemudi tidak perlu lagi menginjak pedal rem dan gas.

“Karena kita pengin mobilnya benar-benar kerja sendiri. Apalagi kalau di tikungan-tikungan. Bukan cuman di jalan tol, tapi juga di jalan-jalan yang biasa,” tambah perempuan yang hobi melukis di waktu senggangnya ini.

Moorissa mengaku bahwa proses penggarapan fitur ini “benar-benar susah” dan telah memakan jam kerja yang sangat panjang, khususnya untuk tim autopilot, mencapai 60-70 jam seminggu.

Walau belum pernah berinteraksi secara langsung dengan CEO Elon Musk, banyak pekerjaan Moorissa yang khusus diserahkan langsung kepadanya.

“Sering ketemu di kantor dan banyak bagian dari kerjaan saya yang memang untuk dia atau untuk dipresentasikan ke dia,” ceritanya.

Mengingat tugasnya yang harus menguji perangkat lunak mobil, sebagai karyawan Moorissa dibekali mobil Tesla yang bisa ia gunakan sehari-hari.

“Karena kerjanya dengan mobil, juga dikasih perk (keuntungan) untuk drive mobilnya juga ke mana-mana, biar bisa di-testing,” jelas Moorissa.

Perempuan di dunia STEM masih jarang

Prestasi Moorissa di dunia STEM (Sains, Teknologi, Teknik/Engineering, Matematika) memang tidak perlu dipertanyakan lagi.

Tahun 2011, saat baru berusia 16 tahun, Moorissa mendapat beasiswa Wilson and Shannon Technology untuk kuliah di Seattle Central College.

Editor : Hai

Baca Lainnya

PROMOTED CONTENT

Latest