Follow Us

Kisah Inspiratif Moorissa Tjokro: Insinyur Muda Indonesia di Balik Teknologi Autopilot Mobil Tesla

Bagas Rahadian - Senin, 21 Desember 2020 | 14:00
Moorissa Tjokro (tengah) Autopilot Software Engineer Tesla, bersama rekan-rekan kerjanya.
DOK MOORISSA TJOKRO via VOA INDONESIA

Moorissa Tjokro (tengah) Autopilot Software Engineer Tesla, bersama rekan-rekan kerjanya.

Saat itu ia tidak bisa langsung kuliah di institusi besar atau universitas di Amerika, yang memiliki persyaratan umur minimal 18 tahun.

Tahun 2012, Moorissa yang telah memegang gelar Associate Degree atau D3 di bidang sains, kemudian melanjutkan kuliah S1 jurusan Teknik Industri dan Statistik, di Georgia Institute of Technology di Atlanta.

Selain aktif berorganisasi di kampus, berbagai prestasi pun berhasil diraihnya, antara lain President’s Undergraduate Research Award dan nominasi Helen Grenga untuk insinyur perempuan terbaik di Georgia Tech.

Tidak hanya itu, ia pun menjadi salah satu lulusan termuda di kampus, di umurnya yang baru 19 tahun, dengan predikat Summa Cum Laude.

Setelah lulus S1 dan bekerja selama dua tahun di perusahaan pemasaran dan periklanan, MarkeTeam di Atlanta, tahun 2016 Moorissa lalu melanjutkan pendidikan S2 jurusan Data Science di Columbia University, di New York.

Ia pun kembali menoreh prestasi dalam beberapa kompetisi, antara lain juara 1 di ajang Columbia Annual Data Science Hackathon dan juara 1 di ajang Columbia Impact Hackathon.

Kecintaan Moorissa akan bidang matematika dan aljabar sejak dulu telah mendorongnya untuk terjun lebih dalam ke dunia STEM, sebuah bidang yang masih sangat jarang ditekuni oleh perempuan.

Moorissa Tjokro (26) Autopilot Software Engineer Tesla di San Francisco, Amerika Serikat.
DOK MOORISSA TJOKRO via VOA INDONESIA

Moorissa Tjokro (26) Autopilot Software Engineer Tesla di San Francisco, Amerika Serikat.

Berdasarkan data dari National Science Foundation di Amerika Serikat, jumlah perempuan yang memiliki gelar sarjana di bidang teknik dalam 20 tahun terakhir telah meningkat, namun jumlahnya masih tetap di bawah laki-laki.

Pada kenyataannya, menurut organisasi nirlaba American Association of University Women yang bertujuan memajukan kesejahteraan perempuan melalui advokasi, pendidikan, dan penelitian, jumlah perempuan yang bekerja di bidang STEM hanya 28 persen.

Organisasi ini juga mengatakan kesenjangan gender masih sangat tinggi di beberapa pekerjaan dengan pertumbuhan tercepat dan dengan gaji yang tinggi di masa depan, seperti di bidang ilmu komputer dan teknik atau engineering.

Fakta ini terlihat di kantor Tesla, di mana hanya terdapat 6 Autopilot Engineer perempuan, termasuk Moorissa, dari total 110 Autopilot Engineer.

Editor : Hai

Baca Lainnya

PROMOTED CONTENT

Latest