Follow Us

Sejarah Labuan Bajo: Dari Nama, Pesona Komodo, Sampai Pasir Warna Putih dan Pink!

Alvin Bahar - Jumat, 04 Desember 2020 | 23:37
Salah satu lanskap hunian wilayah pesisir Kampung Air dan Kampung Baru, Labuan Bajo.
Sigit Pamungkas

Salah satu lanskap hunian wilayah pesisir Kampung Air dan Kampung Baru, Labuan Bajo.

Haji Sahamad salah satunya.

“Tempat pendaratan orang-orang Bajo di wilayah Manggarai ini,” ujar sosok keturunan Bajo yang dituakan oleh masyarakat suku Bajo Bugis Bima di Kampung Cempa (Kampung Ujung), Kampung Tengah dan Kampung Air, Labuan Bajo.

“Yang saya ingat dulu ada punggawa atau bangsawan Bajo di sini, karena itu kakek dan leluhur saya,” jelas Sahamad.

Dia pernah menerbitkan kamus empat bahasa yaitu: Bajo, Bugis, Bima, dan Inggris sebagai buah kerja samanya dengan salah satu pastor Katolik dari Belanda beberapa belas tahun silam.

Penyebutan Labuan Bajo semakin intensif terekam dalam catatan Belanda pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, terlebih lagi sejak masa misionaris Katolik mulai bergiat di Flores. Namun, terdapat penyebutan ‘Laboean Badjak’ pada peta Flores kuna bertarikh 1874 dibuat oleh J.G. Veth dan diterbitkan di Amsterdam. Mengapa?

Baca Juga: New Found Glory Rilis Single Baru Berjudul 'December's Here'

Hal ini dapat kita kaitkan dengan sejarah panjang keberadaan Kerajaan Gowa Tallo di Sulawesi Selatan dan Suku Bajo. Kerajaan Gowa berdiri pada tahun 1300, sejak awal kerajaan tersebut melebarkan pengaruhnya dengan menggunakan pasukan armada laut. Hubungan Kerajaan Gowa meliputi Sulawesi, Kalimantan bagian timur, Sumbawa, Flores, Timor, Maluku, Papua, dan Australia bagian utara.

Hubungan tersebut semakin intensif dipererat pada masa Raja Tunibatta (Gowa) mengirim utusan untuk menjalin hubungan dengan Sumbawa, Sumba, Timor, Flores, Maluku pada tahun 1565. Pada tahun 1626, Kerajaan Gowa menguasai pulau Flores, khususnya Flores Barat, Solor, dan Alor. Hal tersebut terjadi bersamaan dengan usaha Portugis dan VOC memperluas wilayah kekuasaan di Nusantara.

Sejak saat itu, pengaruh budaya dan pergerakan manusia dari Sulawesi ke Flores terutama Flores Barat terjadi semakin intensif. Selain Gowa Tallo, Kerajaan Makassar di bawah pimpinan Sultan Hasanuddin, Makassar berhasil menguasai hampir seluruh wilayah Sulawesi Selatan dan memperluas wilayah kekuasaannya ke Nusa Tenggara (Sumbawa dan sebagian Flores).

Pada 1661, Manggarai takluk pada Kerajaan Bima. Berselang enam tahun, kekuasaan Gowa di Mangagrai berakhir karena Gowa kalah perang menghadapi Belanda (VOC) sehingga harus menandatangani perjanjian Bongaya dan orang Makassar dilarang mengirimkan perahu ke Bima, Solor, dan Timor. Hampir seabad berselang, tahun 1795 bajak laut suku Bajo ternama dari Halmahera beroperasi di sekitar Laut Flores hingga ke kawasan Manggarai Barat – Flores.

Penelitian Adrian B. Lapian dalam bukunya Orang Laut Bajak Laut Raja Laut, Sejarah Kawasan Laut Sulawesi Abad XIX yang terbit pada 2009 pun menyebutkan bahwa kawasan ini jadi kawasan favorit bajak laut beroperasi.

Editor : Alvin Bahar

Baca Lainnya

Latest