Follow Us

Sejarah Panjang Masuknya Musik Metal ke Jakarta, Mulai dari Apotek hingga ke Pub!

Fadli Adzani - Jumat, 09 Maret 2018 | 01:00
Anak Metal
Fadli Adzani

Anak Metal

Satu-satunya penghargaan yang mereka terima adalah sebuah acara radio bernama Rock N’ Rhythm 1991 asuhan Bugi Usman di MustangFM yang memutar lagu-lagu cadas. Mulai dari musik punk, sampai death metal. “Pengasuh acaranya sendiri (Bugi), awalnya nggak direstuin bikin acara itu, hehehe,” kenang Haryo.

APOTEK DAN PUB

Sebenarnya kalo soal tongkrongan, becandaan Jaya soal cewek tadi, nggak perlu dikhawatirkan. Asal tau aja, anak metal pada zaman itu, justru jadi inceran cewek-cewek cantik. Nggak percaya? Inilah catatan para pelaku tongkrongan anak metal di akhir tahun 80-an. Informasi ini mungkin sudah banyak ditulis di berbagai situs sejarah musik underground lokal.

Ya, mereka kerap nongkrong di pelataran parkir Apotek Retna, di bilangan Jalan R.S Fatmawati, Jakarta Selatan. Entah kenapa, para cowok gondrong yang bergaya lusuh itu, malah jadi perhatian kaum hawa yang selalu wangi.

Tersebutlah beberapa nama seleb cewek kinclong di tahun-tahun segitu yang rajin mampir ke pelataran Apotek Retna. Sebut aja Ayu Azhari, Cornelia Agatha, Sophia Latjuba, Karina Suwandi hingga Krisdayanti sering mampir ke sana. Aktris Ayu Azhari sendiri bahkan sempat nikah sama almarhum Jodhie Gondokusumo, yang sempat jadi vokalis Rotor dan Getah. Di tempat itulah mereka semua berkumpul. Asal muasal band metal di Jakarta waktu itu bisa dibilang semua berawal di pelataran Apotek Retna. Dari yang tukang mabok, sampe ajang pamer kaset dan kaos impor ada di sana.

“Yang mabok ya mabok, yang dengerin metal keras-keras di mobil ya lanjut. Biasanya almarhum Arry (drummer Roxx), tuh yang suka bawa kaset impor untuk didengerin bareng. Nggak ada polisi yang berani negor. Takut kali! Soalnya mereka kan anak pejabat semua, hahaha,” celoteh Jaya.

Biasanya, abis dengerin lagu baru, mereka pun latihan bareng di sebuah studio musik yang berjarak kurang dari satu km dari Apotek Retna. Namanya studio One Feel, atau Cockpit di Panglima Polim.

“Pokoknya harus semirip mungkin sama di kaset kalo mau manggung. Master of Puppets (Metallica) udah jadi andalan banget deh!” tambah Jaya.

Karena panggung sekolah dan kampus nggak selalu tiap minggu, mereka sering manggung di Pid Pub, sebuah bar di bilangan Pondok Indah. Tempat yang sekarang berlokasi di dekat R.S Pondok Indah itu, dulu menjadi ajang hura-huranya anak metal. Di sinilah hubungan pertemanan mereka menjadi semakin luas dan kuat. Banyak lagi band metal yang lahir dari sini.

“Bangga juga lho manggung di Pid Pub, soalnya banyak anak JIS (Jakarta International School) yang nonton. Mereka bisa nikmatin musik keras bareng kami,” kenang Jaya.

Haryo bahkan punya kenangan lebih detail soal Pid Pub. “Itu yang punya namanya tante Esther. Alat-alat di panggungnya tuh sumbangan dari anak-anak. Drumnya gue yang nyumbang. Transportasi urusan si Krisna (almarhum J. Sadrach dari Suckerhead) tuh, pake VW Kombi kuning. Gue inget banget!” kenangnya.

Memasuki tahun 90-an, mereka- para jebolan Pid Pub- semakin giat memperjuangkan musik cadas. Akhirnya juga bisa menciptakan karya mereka sendiri. Meski nggak banyak dari mereka yang berhasil menghasilkan album, tapi tanpa seru-seruan di pelataran Apotek Retna, studio One Feel, dan Pid Pub, kayaknya nggak bakalan ada tuh skena metal kayak sekarang.

Halaman Selanjutnya

Respect!

Editor : Fadli Adzani

Baca Lainnya

PROMOTED CONTENT

Latest