"Jalur tengkorak itu kan menunjukkan tempat-tempat berbahaya. Jadi bagi saya jalur tengkorak mengingatkan akan tanda bahaya," urainya.
Setelah membeli vendor, Rulli dan istrinya tak lantas berdiam diri. Keduanya harus memulai dari awal. Setiap pekerjaan pun harus dikerjakan berdua, mulai dari beli bahan, marketing sampai produksi.
"Tugas istri saya memecah warna, ngurusi customer, dan belanja kain. Jadi sambil gendong anak, istri saya naik motor belanja kain," kata Rulli.
Sedangkan Rulli mempunyai tugas produksi sampai pengemasan. Lembur hingga dini hari pun sudah menjadi makanan sehari-hari baginya demi mendongkrak pendapatan.
"Pernah gara-gara uang Rp 260.000 nggak tau di mana, kita (Rulli dan istri) itu sampai bertengkar. Ya, bukannya apa-apa, artinya merasa memiliki dan ingin merintis usaha ini benar-benar, karena ini mimpi kami," terangnya.
Seiring banyaknya orderan, sekitar enam bulan berjalan, Rulli dan istrinya berani mencari satu pegawai. Hingga seiring berjalannya waktu, saat ini Rulli memiliki 17 orang pegawai.
"Ya, alhamdulilah sekarang ada 17 (pegawai). Sebulan pesanan mencapai 3.500 kaus dan kebanyakan dari luar Yogya," ucapnya. Ilmu dan pengalaman yang didapatnya selama kerja di vendor-vendor baik di Yogyakarta maupun di Bali semua diterapkan oleh Rulli.
"Semua pelajaran dan pengalaman selama kerja di mana-mana saya terapkan di sini, mulai dari kualitas, kekuatan jahitan, hingga kebersihan tempat produksi," kata Rulli.
Setelah keuangan membaik dan vendornya berjalan, Rulli tak lupa kepada orangtuanya. Ia pun menawari mereka umrah.
"Saya pernah tawari, tapi ibu belum siap," katanya.
(Disadur dari artikeldi Kompas.com dengan judulKisah Mantan Anak Jalanan yang Kini Menjadi Pengusaha Sukses Sablon, karya Wijaya Kusuma)