HAI-online.com - Tahun ini sekolah SMA Kolese Gonzaga merayakan ulang tahun yang ke-30. Pihak sekolah pun bikin banyak perayaan. Salah satunya adalah penerbitan buku berjudul "Goresan Anak Senja" pada tanggal 1 November 2017 lalu. Buku ini merupakan salah satu sumbangan nyata yang diberikan Kolese Gonzaga yang merupakan hasil karya siswa-siswi Kolese Gonzaga yang berisi opini mereka mengenai fakta-fakta aktual yang terjadi di Indonesia.
Goresan Anak Senja nggak selayaknya buku pada umumnya. Buku ini ditulis nggak hanya satu orang tetapi oleh beberapa orang yang merupakan siswa dan siswi dari SMA Kolese Gonzaga.
(BACA:Bukti Bahwa Dunia Selalu Mengandalkan Anak Muda Untuk Membawa Perubahan)
"Menurut gue buku ini adalah kumpulan pendapat dan juga sumbangan kita (Gonzaga) buat Indonesia. Kenapa gue bilang sumbangan, karena di sini kita juga menawarkan solusi-solusi terhadap permasalahan-permasalahan di Indonesia,” ujar Guntur Akbar (XII IPA) yang merupakan salah satu penulis dari buku "Goresan Anak Senja" ini.
Lalu kenapa buku ini ditulis bukan oleh satu orang saja melainkan banyak?
Kritik Pendidikan.
Gabriella Rayna siswi dari kelas XII IPA, bersama dengan Elsye Keysi dari XII IPS yang menulis tentang bagaimana memprihatinkannya pendidikan di Indonesia, terutama dalam bidang kurikulumnya yang selalu berubah tetapi jika dilihat lebih baik lagi, kurikulum di Indonesia hanyalah berputar-putar di tempat yang sama.
Ketika ditanya mengapa buku ini ditulis oleh banyak orang, Rayna menjawab, "Penulis buku ini bukan hanya satu orang saja ya karena kita semua pasti memiliki pendapat kita masing-masing yang berbeda, dan di sini kita coba bukan untuk saling menyamakan, tapi saling mendengar, dan menggabungkan pendapat-pendapat kita dan coba untuk saling melihat dari perspektif yang berbeda-beda mengenai Indonesia ini".
Pernyataan Rayna ini kemudian disetujui oleh Guntur dengan menyatakan bahwa setiap bab dalam buku ditulis oleh dua atau tiga orang karena pastinya setiap orang memiliki pendapat berbeda tentang topik yang mereka bicarakan.
Kritik Ekonomi
Guntur bersama dengan Octavio Aegis, menulis tentang KOPERASI dan bagaimana belakangam ini Koperasi dan semangatnya sudah mulai pudar. "Kami memilih tema Koperasi untuk dikritisi karena tergerak oleh semakin pudarnya semangat koperasi yang ada di Indonesia. Koperasi di Indonesia seolah-olah kehilangan jati dirinya karena sudah tidak lagi diandalkan, bahkan ada koperasi yang diandalkan sebagai tempat untuk mendapatkan keuntungan sepihak. Padahal inti dari koperasi adalah tercapainya kesejahteraan anggota." Ujar Aegis ketika diminta untuk menjelaskan isi dari apa yang telah ditulisnya.
Opini Musik
Bahasan asik lainnya adalah tentang musik Hampir tidak ada orang di dunia ini yang tidak suka dengan alunan sebuah musik. Menurut Thalia Teophilia dari kelas XI IPA sang penulis, kondisi musik anak zaman sekarang bisa dibilang miris. Thalia beserta dua temannya, Doa Christopher (XI IPA) dan Natalie Kristie (XI IPA) menuliskan bagaimana musik yang seharusnya menjadi hal yang esensial, diabaikan.
"Bab 6, 'Alunan Miris Tembang Anak', jadi alasan utama pembuatan bab ini adalah gue liat kondisi musik anak sekarang, yang bisa dibilang miris. Musik itu hal yang simpel sebenernya, dan sering nggak dianggap essensial, dan hal ini salah. musik itu bukan sekedar barisan nada yang teratur, musik itu alunan frekuensi yang bisa membantu perkembangan emosi dan kecerdasan. nah, jadi apa kondisi musik anak sekarang bisa dibilang pantes? ya pastinya nggak,” ceritanya panjang lebar.
Isu Politik Isu Anak Muda
Bahasan tentang politik juga nggak luput ditulis. Michela Esterina dari XI IPA) yang kerap dipanggil Icel bersama dengan temannya, Stella Kristi dari XI IPA atau Trisha menulis tentang bagaimana sebenarnya anak muda pada masa kini terhadap politik.
Dalam tulisan yang berjudul Apatis, Spektator atau Gladiator?, Icel dan Trisha menuliskan opininya tentang alergi politik yang menyerang anak muda.
“Kami menulis bahwa sebenernya anak muda nggak kayak gitu, lho. Anak muda sekarang jangan dibandingkan dengan anak muda jaman dulu yang berani turun ke jalan, demo-demo. Bahwa sekarang itu jamannya udah bukan lagi turun ke jalan. Anak muda jaman dulu juga turun ke jalan karena terdesak sama keadaan. Ada banyak tekanan, yang emang memaksa mereka buat turun langsung ke jalan, sedangkan sekarang, jamannya udah beda. Politik itu bukan berarti harus demo, bukan berarti harus fisik, tapi ada banyak cara yang muncul, nggak cuma demo," ujar Icel ketika menjelaskan tentang isi dari buku yang ia tulis.
Jadi, inilah penjelasan-penjelasan dari beberapa teman kita yang mewakili para penulis Goresan Anak Senja, mereka ingin mengutarakan opini mereka terhadap negara kita ini yang kerap berubah dan terkadang ada yang menjadi lebih baik, tetapi tidak sedikit jg yang malah menjatuhkan.
"Semoga buku ini bisa membuat pembaca lebih menyadari kenyataan di sekitar, sehingga dapat mengubah atau memperbaikinya," Tambah Patrick Joel dari XII IPA yang menulis tentang Politik Transaksional bersama dengam Bonfilius Anselmo dari XII IPS atau yang kerap dipanggil Elmo.
Yang telah dijelaskan di atas bukanlah semua isi dari buku, melainkan hanya segelintir bagian darinya. Bagaimana teman-teman? Tertarikah kalian untuk mengetahui lebih lagi tentang mereka, opini mereka, dan banyak teman lainnya?
Buku ‘Goresan Anak Senja’ sudah bisa didapatkan di Toko Buku Gramedia terdekat, dan akan mengadakan launching keduanya di Central Park Mall, Jakarta pada hari Minggu tanggal 26 November 2017.
Penulis: Ben Saragih - SMA Kolese Gonzaga