Follow Us

Dari Home Industry di Cikupa Hingga Distribusi Kolongan di Sukabumi, Inilah Asal Usul Sneakers Blackmarket di Indonesia

Rizki Ramadan - Jumat, 02 Juni 2017 | 06:19
home industri sepatu imitasi di Cikupa, Tangerang
Rizki Ramadan

home industri sepatu imitasi di Cikupa, Tangerang

home industri sepatu imitasi di Cikupa, Tangerang
Maka bergeraklah HAI ke sana. Kota yang berbatasan langsung dengan Jakarta di sebelah barat ini ternyata merupakan gudangnya berbagai jenis pabrik sepatu. Tepatnya di Jalan Raya Serang KM 16-18, kawasan Cikupa, Tangerang, Banten. Di sana banyak berdiri toko-toko grosir sepatu olahraga, beberapanya bahkan fokus menjual street shoes kayak Vans dan Converse. Di toko-toko itu, Vans dibanderol seharga Rp 100-150 ribu. Jenis yang banyak dijual adalah Vans Rowley XL-2, Vans Authenic dan Vans Oldskool.

Jika toko-toko grosir itu terletak persis di pinggir jalan raya besar, nggak jauh dari belakangnya , berdiri kawasan perumahan yang berubah fungsi menjadi pabrik sepatu. Di dalamnya tampak sederetan alat jahit, dan mesin potong besar. Ya, rumah-rumah disulap menjadi pabrik sepatu merk internasional kelas tiruan. Beberapa rumah membuat berbagai jenis sneakers dari berbagai merk, tapi ada juga yang hanya membuat satu merk saja. Pabrik milik Pak Sunanto (nama samaran) yang mempekerjakan nggak kurang dari 20 orang itu memilih hanya membuat sepatu merk Vans. Seluruh proses produksi digarap di rumah yang terletak agak menjorok ke dalam dari jalan utama ini. Bahan kanvas dibeli gulungan. Pekerjaan dibagi menjadi lima bagian. Ada bagian potong dan jahit yang membuat bagian atas sepatu. Bersamaan dengan itu, pekerja di bagian sol bekerja merangkai bahan-bahan kayak sol bawah (waffle), sol dalam, dan sol pinggir, yang sudah tinggal direkatkan dengan lem itu. Di luar ada juga pekerja yang bertugas dengan mesin potong seukuran dua kulkas untuk membuat alas dengan kontur berpola tertentu.

Sepatu yang sudah jadi buatan home industri sepatu imitasi di Cikupa, Tangerang
Kain kanvas yang sudah dijahit lalu dibuatkan lubang talinya. Bagian akhirnya adalah menyatukan bahan kain dengan sol. Menggunakan lem dan pemanasan dengan api perekatan dilakukan. Selesai semuanya, patch Vans Off The Wall ditempel di bagian belakang sol.

“Dalam satu hari kami bisa membuat 200 pasang sepatu. Harga jualnya Rp 70 ribu per pasang. Biasanya kami kirim ke Yogya, Bali, dan Jakarta,” kata salah satu pekerjanya

Distribusi Kolongan dari Pabrik Di Sukabumi

Selain jenis tiruannya, beredar juga Vans versi original dengan harga lebih murah dari toko. Ya, sepatu-sepatu itu dijual oleh mereka yang bisa mendapatkan supply terselubung dari pabrik resminya. Pada tahun 2008 hingga 2015, Vans memang diproduksi secara resmi oleh PT Glostar Indonesia yang berlokasi di Cikembar, Sukabumi sana. Namun menurut cerita, sejak tahun 2015 PT GSI di Sukabumi nggak melanjutinya.

Di periode tersebut, pemuda-pemuda Sukabumi yang tahu kalau ada pabrik yang membuat Vans langsung mencari cara agar bisa mendapatkan supply. Salah satu pemdua itu adalah Inos, nama samaran. Ia bersama pedagang-pedagang lainnya mendekati para karyawan pabrik untuk bernegosiasi. Hasilnya, pekerja pabrik bersedia menyelundupkan sepatu-sepatu bikinannya di pabrik ke para penjual dengan harga yang sangat murah. “Mereka tuh awam. Nggak tahu sepatu yang mereka bikin tuh apa, bahkan banyak yang nyebut sepatu ket pan”. Dijualnya murah. Nggak sampe Rp 100 ribu.”

“Cara supply seperti ini biasa diistilahkan kolongan. Sementara para orang dalam pabrik kami sebut Ucing. Soalnya kayak ucing garong, hehehe,” kata Onis.

Untuk menyelundupkannya, para Ucing selalu punya cara, salah satu yang sering dilakukan adalah dengan melempar karungan sepatu melewati tembok pabrik. Di masa-masa awal berdirinya pabrik Onis bisa menjual sepatu Vans sampai 50 pasang hasil dari supply kolongannya itu. Saat itu belum banyak pedagang yang ikut ngambil barang.

“Saat Vans habis kontrak dengan pabrik di kota saya itu, saya sudah nggak sering lagi jual Vans. Katanya, sebenarnya pihak Vans masih mau melanjuti kontrak, dan malahan pengen diproduksi lagi di pabrik GSI. Tapi pihak GSInya memutuskan kontrak, karena sering didapati banyak missing item di pabrik,” kenang Onis. Sejak 2014, Onis cerita pabrik pun mulai memasang CCTV di mana-mana, jadi gerakan para “ucing” mulai terbatas nggak kayak sebelumnya.

Berdasarkan kualitas dan kemiripannya dengan yang asli, sepatu Vans KW ini ada tingkatan-tingkatannya. Banyak yang berpendapat kalau tingkatan itu bisa dicirikan dari waffle code di sol bawah sepatu. Kode tersebut menandai jenis mesin yang cetak sol yang dipakai oleh pabrik. Vans buatan China memiliki beberapa waffle code seperti IFC, HF, DT, SHC, ZDC, dan ICC. Sementara produksi Vietnam memiliki waffle code EVB, dan Indonesia adalah GSI.

Namun, pencirian tingkat kualitas dari waffle code ini menjadi simpang siur karena beberapa pedagang, kayak Kiwi, bilang kalau sol ICC yang seharusnya dari Cina pun ada juga versi lokalnya. Saat HAI bertandang ke home industry produsen Vans di Cikupa Tangerang sana, sol yang dipakai adalah yang berkode DT.

Editor : Hai

Baca Lainnya

PROMOTED CONTENT

Latest