Follow Us

facebookinstagramyoutube_channeltwitter

Pendidikan Seni Musik Buat Indonesia yang Lebih Baik

Rizki Ramadan - Jumat, 02 September 2016 | 01:00
Barasuara Taifun Tour 2016 di Solo
Rizki Ramadan

Barasuara Taifun Tour 2016 di Solo

Perbincangan kedua anak SMA yang berbeda kelas di sebuah sekolah negeri ternama di DKI Jakarta. “Kalo Pak itu guru lo enak ya ngajarnya gitu-gitu doang, guru gue pake ngasih tugas segala buat bikin lagu..”

Berat hati untuk mengetahuinya. Tapi ini lah realita yang terjadi sejak sekian lama, sudah bukan hal asing lagi kalo seni termasukmusik menjadi hal yang dinomorduakan dalam bidang akademik atau orangtuamu akan bertanya-tanya dengan nada yang agak sedikit sinis “Buat apa kamu mau menjadi seniman?” dan juga calon mertuamu akan bertanya “Mau makan apa anak saya nanti ketika menikah dengan seorang seniman?”. Mereka lupa, bahwa musisi lah lewat musiknya adalah teman setia kita di saat bagaimanapun hingga muncul istilah “Musik adalah teman baikku”. Ya, walau bisa dikatakan hanya 30% yang mendengarkannya secara legal.

Seperti kasus anak SMA di atas, sepertinya edukasi musik perlu ditingkatkan dan digencarkan untuk Indonesia yang lebih baik lagi, atau jika perlu dibuatkan kurikulum khusus untuk mengatur semua ini?

Guru Seni Musik Berperan Besar

Di sini lah, menurut saya guru seni musik di sekolah-sekolah yang ada di Indonesia berperan penting. survei kecil-kecilan seperti apa guru seni yang sebetulnya diinginkan oleh anak-anak sekolah. Dan, jawabannya lucu-lucu seperti salah satunya; “Kayak Rangga di AADC 2 yang cool gitu dan nyeni abis”. Maklum, teman saya melakukan survei kecil-kecilan itu ketika AADC 2 sedang panas-panasnya. Tapi, untuk jawaban itu saya sangatlah setuju. Kenapa? Karena edukasi musik atau seni yang baik adalah edukasi yang fun, tidak boring, dan tidak memaksa. Oh iya, jangan lupa, pendidikan seni musik yang ideal juga harus menyesuaikan dengan jenjang pendidikan yang siswa-siswi sedang jalankan.

Yang saya lihat sekarang adalah, pendidikan seni di mata para siswa adalah membosankan, tidak menyenangkan, dan tidak jelas orientasinya seperti apa. Apakah ini semua adalah hasil dari sebuah permasalahan “menjadi profesi guru atau guru seni adalah sebuah kecelakaan?” Anak band gagal atau salah dalam memilih jurusan di masa sebelum-sebelumnya?

Mungkin pertanyaan ini bisa kamu tanyakan ke guru seni kalian untuk mengetahui apa yang akan diajarkan dengan jelas,

“Pak, maaf saya mau nanya. Kira-kira tujuan akhir dari pembelajaran seni di semester ini apa ya?”

Atau juga kamu bisa mulai dengan pertanyaan yang lebih simpel

“Pak, seni itu apa sih?”

Ini juga bisa kalian coba hmmphhh..

“Bapak kenapa jadi guru? Kenapa ngak ngebuat karya atau memperbanyak karya dan menghasilkan uang dari itu?” – Dio, siswa SMA, dengan polos sangat kepo pada gurunya.

Tidak semua guru akan menjawabnya, beruntunglah bagi kalian yang ditanggapi atau berakhir dalam sebuah diskusi tentang seni, edukasi, dan industri. Selamat! Mungkin untuk jawaban dari pertanyaan terakhir ialah prefrensi dan hak dari guru itu sendiri. Tapi, bukan berarti itu menjadi alasan dan kualitas mereka dalam mengajar menurun bukan?

Budaya Instan Masih Menjadi Penghambat

Di Indonesia kian kali, instan adalah solusi. Dalam bidang pendidikan seni musik pun juga begitu. Nilai masih menjadi raja. Proses bukan lah yang utama. Kadang, untuk mendapatkan sebuah nilai, tugasnya adalah membuat sebuah kelompok ansambel lalu mempertunjukkannya di depan kelas. Lalu bagaimana untuk anak-anak yang tidak dapat memainkan musik? Berpura-pura memainkan musik adalah solusinya. Apa itu cukup baik? Saya rasa iya tapi...

Di sinilah guru berperan dalam memberikan pengarahan dan pengajaran bagaimana cara memainkan alat musik, membuat komposisi lagu yang baik, membuat lirik yang baik, menjadi seorang performer yang baik.

Di sinilah proses dibutuhkan, sebuah hasil seni yang baik tidaklah instan bukan? Sebagai guru pendidikan seni musik yang baik dan demi mendukung kemajuan Indonesia menurut saya harus memberikan edukasi musik yang baik pula terhadap siswa-siswinya mengenai proses pembuatan, penggodokan, latihan hingga menjadi suatu karya yang sangat indah.

Di sinilah juga wujud dari apresiasi sebuah karya atau usaha terjadi, apabila, siswa-siswi yang sudah diajarkan tetapi tetap tidak bisa, apresiasi lah usahanya. Karena seni seharusnya tidak memaksa.

“Yang nggak banyak tingkah, yang nggak maksain semua orang harus bisa seni yang dia ajarin. Lebih ke apreasiasi hasil karya aja sih” ujar Fahni, siswi SMAN 100 Jakarta.

Biarkan lah mereka menikmatinya dalam proses tersebut dan tidak semua orang juga mempunyai bakat dalam seni. Jadi alangkah baiknya, dalam proses pengajaran pendidikan seni musik menghasilkan output yang tidak hanya menghasilkan seniman atau musisi yang jujur tetapi, juga penikmat yang mempunyai apresiasi yang tinggi.

Selera Tidak Bisa Dipaksakan Tapi Pasar Yang Segar Dapat Diciptakan

Dalam sebuah gig perilisan piringan hitam band indie lokal kenamaan, Ramayana Soul. Saya bertemu dengan teman saya yang sekarang berprofesi sebagai guru seni musik. Lalu timbulah perbincangan ini

“Gimana? Anak-anak di sana masuk nggak yang beginian? (musik-musik berkualitas bawah tanah)” tanya saya.

“Wah susah sih ya, udah gue coba tapi ga berhasil-berhasil. Namanya juga selera kali ya” jawabnya dengan pasrah.

Tapi, betul juga jika berbicara tentang selera. Selera tidak bisa dipaksakan. Namun karena itu juga, timbul pemikiran dalam benak saya untuk menuliskan dalam artikel ini bahwasanya Selera Tidak Bisa Dipaksakan Tapi Pasar Yang Segar Dapat Diciptakan. Apa yang saya maksud dengan pasar segar? Adalah pasar yang selalu me-regenerasi dan terdapat berbagai macam jenis musik di dalamnya. Tapi, kiat ini tidak akan sukses jika tidak didukung dari aspek-aspek yang bersangkutan.

Teruntuk...

  1. Murid
Cobalah terbuka dengan berbagai macam jenis musik, tidak perlu gengsi untuk mendengarnya karena, sedikit yang mendengar atau tidak perlu ikut-ikutan untuk mendengarkan musik yang sedang menjadi tren utama. Be different lah pokoknya!

  1. Guru
Cobalah untuk sabar, memberikan pengarahan, menceritakan sejarah musik atau suatu karya dengan media film, presentasi, buku hingga, video konser akan membuat pelajaran menjadi lebih fun dan berkesan. Sisihkan sedikit waktu untuk sesi interpretasi sebuah lagu, atau sekedar listening session. Terakhir, agar lebih berkesan, selain mengajarkan bagaimana cara memainkan lagu tersebut, memaknainya dengan bertukar CD musik favorit atau mixtape antara gurudengan siswa ataupun juga guru membagi-bagikan secara gratis refrensi musiknya terhadap siswanya merupakan hal yang menyenangkan dan pendidikan seni musik tidak lagi membosankan.

Jika, hal-hal yang saya sebutkan diatas dapat berjalan dengan baik dan seluruh komponen dapat bekerja sama. Akan ada saatnya industri musik di Indonesia menjadi sangat baik seperti di Jepang sana, kesadaraan masyarakat tentang hak royalti serta, musik yang legal pun juga sudah berjalan.

Demikian juga dengan apresiasi terhadap suatu karya, seniman akan kaya dan bahagia bukan? Indonesia mempunya banyak potensi-potensi yang sangat baik di berbagai jenis musik dan diharapkan dengan banyaknya potensi didukung regulasi atau sistem yang jelas dapat membawa nama Indonesia ke mata dunia seperti layaknya, Korea Selatan dengan K-Popnya yang merupakan senjata andalannya untuk memajukan perekonomian negaranya.

Muhammad Nabyl Raditya - SMAN 81 Jakarta

Ditulis sebagai bagian dari program 7 Hari Bercerita yang diikuti oleh HAI School Crew, komunitas wartawan pelajar HAI.

Editor : Hai

Baca Lainnya





PROMOTED CONTENT

Latest

x