Follow Us

Full Day School Bikin Anak SMP Takut Nggak Bisa Jadi The Beatles dan Lionel Messi

- Kamis, 11 Agustus 2016 | 03:30
Barisan Pelajar SMP
Hai Online

Barisan Pelajar SMP

Meski sudah dijelaskan istilah Full Day Schol sesat menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbd) Muhadjir Effendy, tambahan jam di sekolah bagi siswa SD dan SMP ternyata banyak dikritik masyarakat. Bukan cuma mendapat petisi puluhan ribu orangtua, salah seorang murid SMP juga menyampaikan keluh kesannya soal wacana yang diajukan Pak Menteri baru.

Berikut ini surat permohonan anak SMP kepada Menteri Muhadjir Effendy yang menyindir apakah Pak Menteri waktu seumuana anak SMP nggak punya cita-cita seperti mereka?

Pak Menteri, kami murid-murid SMP, dengan berat hati tidak setuju dengan wacana untuk meminta kami seharian di sekolah. Kami, dengan berat hati, sudah cukup letih pulang sekolah jam setengah 4 sore. Bukannya kami pemalas, atau seperti yang Pak Menteri bilang kalau kami adalah generasi lemah dan tidak tahan banting, kami hanya tidak paham mengapa kami harus seharian di sekolah.

Kami jam 7 pagi sudah harus hadir di sekolah, belajar, pulang setengah 4 sore, dan sekarang Pak Menteri meminta kami untuk lebih lama lagi di sekolah.

Pagi-pagi di sekolah, guru menyuruh kami untuk berdoa padahal kami tidak paham makna dari doa itu sendiri. Kami hanya berusaha menuruti perintah guru kami. Jika kami bertanya, kami tidak mendapat jawaban yang pasti. Jika pertanyaan kami sedikit menyimpang, malah ada guru yang memarahi dan menghukum kami.

Setelah itu, kami belajar di kelas dan lagi-lagi kami harus menerima bulat-bulat apa yang guru kami sampaikan. Kami tidak paham belajar fisika itu buat apa, begitu juga dengan matematika. Kami tidak tahu apa yang kami lakukan di sekolah. Kami hanya bisa terheran-heran ketika Stephen Hawking yang hebat itu di filmnya bisa mengatakan, ’Fisika dan matematika bisa menjelaskan apa yang terjadi di alam.’ Kami tidak bisa melihat itu ketika guru kami mengajar di depan kelas.

Kami berharap bisa menikmati apa yang kami terima dari guru, tetapi itu saja kami tidak bisa dapatkan di sekolah. Apakah kami sebodoh itu, Pak Menteri?

Pak Menteri, kami tidak lemah dan kami generasi yang suka belajar. Kami suka belajar bermain bola bersama teman-teman di sekitar rumah kami. Kami suka belajar musik dari koleksi lagu-lagu ayah kami di rumah. Kami suka belajar membuat film dengan menonton film favorit kami, seperti Star Wars sebagai contohnya. Kami ingin seperti Lionel Messi, Pak Menteri. Kami juga ingin menjadi legenda seperti the Beatles. Kami ingin membuat film keren yang bisa mengalahkan Star Wars. Semangat untuk mencapai impian inilah yang membuat kami menjadi generasi yang kuat, Pak Menteri. Kami yakin bisa menunjukkannya melalui karya-karya terbaik kami. Kalau kami sampai sore di sekolah, pulang sudah letih, lalu kapan kami bisa mengejar semua impian kami?

Apakah dulu, waktu masih seumuran kami, Pak Menteri tidak punya impian seperti kami ini? Apakah Pak Menteri dulu punya keberanian untuk bisa menjadi seperti Diego Maradona, misalnya?

Belum lagi ada beberapa orang tua dari teman-teman kami yang begitu ambisius. Banyak dari kami yang pulang sekolah, bukannya pulang ke rumah, malah lanjut mengikuti bimbingan belajar. Masih ada orang tua kami yang memaksa anaknya harus bisa dapat nilai bagus di sekolah.

Kami tidak masalah, kok, jika harus mengikuti sekolah sampai siang. Kami mau, kok, mengikuti pelajaran yang disampaikan guru kami. Kami tahu itu suatu saat akan bermanfaat untuk kami di masa depan, seperti yang orang tua kami sering katakan.

Hanya saja, seharian di sekolah ini terasa membuang-buang waktu dan tenaga kami. Kami butuh waktu untuk bermain di rumah, bermain bersama teman-teman kami, dan waktu untuk kami belajar hal-hal baru yang menyenangkan dari lingkungan sekitar. Sebelum kami terlalu sibuk mengejar impian seperti yang dilakukan kakak-kakak dan orang tua kami.

Editor : Hai

Baca Lainnya





PROMOTED CONTENT

Latest