HAI-Online.com- Gerai es krim dan teh asal Tiongkok, Mixue (dibaca: misye) tengah menjadi obrolan hangat ketika tengah hari mencari minuman segar.
Mereka memasuki model bisnis waralaba pada 2007 dan membangun pabrik mereka sendiri tahun 2012. Nah baru pada 2014, Mixue melangkah lebih jauh dan membuka gudang dan pusat logistik sendiri.
Mengutip laporan Kompas, jika melihat cara berbisnis Mixue yang bisa menjual harga terjangkau, sebenarnya tak ada yang aneh dengan itu. Ketika mereka menjual dengan harga murah, maka mereka harus bermain di volume.
Kita telah mengetahui beberapa minimarket Indonesia yang memiliki keuntungan kecil untuk satu toko, tetapi karena jumlahnya mencapai puluhan ribu, perusahaan itu mempunyai keuntungan besar.
Baca Juga: Demi Masa Depan Bumi, Operasional Bisnis Tak Boleh Abaikan Kelestarian Lingkungan Hidup
Syarat model bisnis serup ini dilakukan Mixue di mana mereka punya gerai dalam jumlah banyak. Sempat ada jokes, kalo ada gedung kosong yang didiamkan, nggak lama lagi bakal berubah jadi gerai Mixue.
Nggak heran, model bisnis ambil untung sedikit, jika dikumpulkan maka bakal jadi banyak juga. Itu salah satu rahasianya.
Laman TLD dalam salah satu tulisannya juga sempat membahas fenomena ini. Mereka menyebut, dibandingkan perusahaan lain seperti Heytea dan Nayuki, Mixue mengambil pendekatan yang berbeda.
Perusahaan milikZhang Hongchao inimengambil pasar massal melalui strategi berbiaya sangat rendah dan harga jual rendah. Mereka juga mengambil pasar kota-kota lapis 3 dan 4 di beberapa negara meski di Indonesia juga mengambil pasar lapis 1 dan 2. Dengan harga produk rata-rata antara 0,4-1,5 dollar AS, Mixue bisa cepat mengumpulkan banyak pelanggan.
Strategi yang dilakukan Mixue adalah mengumpulkan volume penjualan dalam jumlah besar sehingga rantai pasoknya efisien.
Jumlah gerai yang banyak dan berkumpul di lokasi yang tidak berjauhan membuat pemrosesan bahan mentah, pergudangan, dan logistik bisa dikendalikan dengan mudah.
Editor : Hai
Baca Lainnya
PROMOTED CONTENT
Latest