HAI-Online.com - Kemajuan teknologi memang memudahkan siapa saja untuk berkarya dan berinovasi lebih kreatif lagi.
Baca Juga: Lagi, Tiga Mahasiswa Unnes Sumbang Medali di SEA Games Vietnam! Kali ini dari Cabor Wushu Sanda
Yang juga erat dengan budaya plagiarisme adalah di lingkungan lembaga pendidikan. Beberapa orang dikejar untuk segera menyelesaikan skripsi atau tesis. Mengandalkan kecepatan copy paste, tradisi ini kerap ditemukan dan dijadikan jalan pintas mahasiswa menyiasati deadline bahkan mengakiri statusnya untuk mendapatkan gelar.
Terkait plagiarisme, Guru Besar dan Kepala Pusat HKI dan Sertifikasi Produk Inovasi Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Prof. Tukiran, dikutip HAI dari Kompas.com, turut berkomentar soal itu.
Menurutnya, para penjiplak (plagiator) kerap bersembunyi di balik kata ‘inspirasi’ yang menjadikannya seakan bebas meniru dan menjiplak karya orang lain.
“Menjadikan karya orang sebagai inspirasi itu hal wajar. Namun yang jadi masalah ketika benar-benar meniru karya orang lain yang diaim membuat kita terinspirasi itu dan mengaku-ngaku sebagai karya sendiri, Ini jelas salah," katanya seperti dilansir dari lamam kampusnya.
Dia menambahkan, setiap kita dibebaskan berkarya, tetapi jangan sampai benar-benar meniru hingga sama persis tanpa melalui proses berpikir.
"Apalagi menjadikan karya orang lain atas nama sendiri, itu jelas plagiarisme,” tegasnya lagi.
Yang harus menjadi dasar melakukan inovasi atau pengembangan karya yang lebih sehingga berbeda dari karya-karya lain adalah kejujuran.
“Dalam bidang akademik misalnya, tidak melarang mengambil atau mengutip karya orang lain, tetapi harus menyertakan sumbernya dari mana, buku mana atau riset siapa. Intinya kan kejujuran,” ucapnya lagi.
Editor : Hai
Baca Lainnya
PROMOTED CONTENT
Latest