Selanjutnya penyiapan bahan baku berupa rimpang kencur segar untuk dilakukan ekstraksi menggunakan etanol 70 persen. Dalam hal ini, Indah menggunakan dua jenis kencur yang memiliki perbedaan musim panen. Satu kencur merupakan hasil panen di musim hujan sedangkan satu lagi merupakan hasil panen di musim kemarau.
Penggunaan dua jenis kencur ini dilakukan untuk melihat terhadap jumlah metabolit sekunder dari ekstrak etanol kencur tersebut.
Metabolit sekunder diperlukan tanaman untuk bertahan menghadapi lingkungan dan akan menentukan seberapa besar kandungan flavonoid dan metabolit sekunder lainnya pada ekstrak etanol rimpang kencur tersebut.
Melalui pengujian dua jenis kencur tersebut, Indah menemukan kencur yang dipanen di musim hujan memiliki jumlah metabolit sekunder yang lebih banyak.
Baca Juga: Sering Menahan Kentut? Ini Bahayanya Bagi Kesehatan Jangka Pendek dan Panjang
Ketersediaan air yang cukup di musim hujan membuat rimpang kencur mampu bertahan hidup dengan baik, sehingga potensi untuk menghasilkan metabolit sekunder bisa lebih maksimal.
“Sementara pada saat musim kemarau tanaman/rimpang cenderung untuk berusaha menyimpan air sebanyak-banyaknya untuk mempertahankan kehidupannya, sehingga kemampuan menghasilkan metabolit sekundernya berkurang,” jelasnya.
Ekstrak etanol kencur tersebut kemudian diperiksa kandungan kimia nya secara kualitatif dan kuantitatif. Pemeriksaan dilakukan untuk memastikan kandungan apakah yang nantinya berperan dalam aktivitas ekstrak ini.
Seluruh pemeriksaan kimia tersebut dilakukan di kampus Unpad. Pemeriksaan fitokimia dilakukan di Laboratorium Sentral Unpad, sedangkan studi spektrofotometri dan kromatografi dilakukan di Laboratorium Fakultas Farmasi Unpad.
Indah memaparkan, pengujian selanjutnya adalah studi in vitro di laboratorium untuk mengetahui apakah ekstrak etanol kencur memiliki aktivitas menghambat enzim COX-2 atau enzim yang penting dalam proses peradangan.
Pengujian juga secara in vivo kepada hewan coba. Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah ekstrak ini memiliki aktivitas meredakan peradangan dan menyembuhkan sariawan pada mulut hewan, baik secara makroskopis maupun mikroskopis.
“Tahap terakhir berupa pengujian mekanisme kerja ekstrak sebagai obat sariawan, apakah dapat menghambat ekspresi protein atau enzim peradangannya,” tuturnya.