Follow Us

Benarkan Generasi Milenial Rentan Stres? Ini Kata Psikiater UNAIR

Hanif Pandu Setiawan - Jumat, 30 Juli 2021 | 16:00
Dengerin musik bisa jadi media buat terapi gangguan kecemasan dan depresi.
Lofi Girl/YouTube

Dengerin musik bisa jadi media buat terapi gangguan kecemasan dan depresi.

HAI-Online.com – Generasi milenial saat ini tergolong dalam kelompok usia yang lagi produktif-produktifnya. Generasi milenial sendiri adalah mereka yang lahir pada tahun 1981-1995, yang berarti saat ini berusia 24-39 tahun.

Namun di sisi lain, generasi milenial justru diketahui rentan mengalami stres karena usia ini sangat dinamis dan sangat mengikuti perubahan.

Nah terkait hal ini, pakar kesehatan jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (FK UNAIR) dr. Damba Bestari, Sp.KJ menjelaskan bahwa kesehatan mental adalah saat suatu kondisi pikiran, perilaku, dan perasaan mengalami kesejahteraan atau wellbeing, sehingga jiwa dan raga dapat berfungsi dengan baik, baik secara sosial, pekerjaan, pendidikan, dan perawatan.

“Sehat secara mental bukan suatu kondisi yang seratus persen bebas stres, itu suatu hal yang tidak mungkin, namun bagaimana cara untuk menghadapi stres itu,” ujarnya dr. Dona, sapaan karibnya, dilansir dari laman resmi UNAIR, Jumat (30/7/2021).

Baca Juga: Stres Karena Pandemi Bikin Kalian Sering Lupa Hari? Ini Penyebabnya

Stres nggak selalu negatif

Meski begitu, menurutnya stres nggak selalu bersifat negatif. Sebab, stres adalah suatu kondisi yang menuntut seseorang untuk menyesuaikan diri terhadap segala perubahan.

“Pernikahan dan punya anak adalah suatu hal yang menyenangkan atau positif. Tapi itu adalah suatu perubahan besar dalam hidup, jadi itu juga disebut sebagai stressor,” jelas dokter yang juga dosen di FK UNAIR.

Lebih lanjut, dr. Dona menjelaskan stres adalah hal yang sangat penting, karena dengan adanya stres seseorang bisa menghasilkan zat kortisol dan adrenalin untuk melindungi diri agar tetap produktif.

“Misal saya disuruh mengisi webinar dengan peserta yang banyak, di situ saya ada stressor sehingga saya terpicu untuk menampilkan materi dengan sebaik mungkin,” jelasnya.

Baca Juga: Ngintip Tren Honbap, Budaya Makan Sendirian Bukan Cuma untuk Jomlo, yang Berpasangan Juga Lakukan Ini di Korea

Namun, saat stressor terlalu kuat, mekanisme otak akan kacau sehingga menyebabkan gangguan. Gangguan itu nggak hanya psikis atau mental tetapi juga ke masalah tubuh.

Source : Unair.ac.id

Editor : Alvin Bahar

Baca Lainnya

PROMOTED CONTENT

Latest