"Efektif mungkin bagi industri keuangan itu sendiri, verifikasi data," kata Ruby kepada Kompas.com, Jumat (25/6/2021).
Sebab menurutnya, sistem verifikasi menggunakan selfie KTP ini nggak diimbangi dengan sistem dan regulasi keamanan digital yang memadai.
Sehingga, risiko yang dihadapi masyarakat jauh lebih besar.
"Manfaatnya hanya berguna bagi industri tersebut saja, ternyata dampak negatifnya jauh lebih banyak alias banyaknya terjadi kebocoran data," tutur Ruby.
Baca Juga: Didesain Ulang, Norwegia Diklaim Punya Paspor Paling Stylish di Dunia
Ruby menjelaskan bahwa kebocoran data semacam ini paling berisiko pada kerugian finansial.
Orang yang menyalahgunakan data dan foto KTP bisa mengajukan pinjaman online dan merugikan orang yang datanya tersebar.
"Selain dijualbelikan, orang segampang itu bisa mengajukan pinjaman atas nama orang lain yang didapat dengan foto tersebut. Akhirnya manfaatnya lebih kecil daripada risikonya," ujarnya.
Sistem verifikasi ditinjau ulang Gagasan e-KTP sudah sejak lama digadang menjadi sistem data penduduk yang terpusat dan terkoneksi pada berbagai sektor.
"Di kita kan masih belum solid sistemnya meskipun kita sudah menggadang-gadang KTP cukup lama, tetapi penggunaan NIK sebagai single identity number itu tidak bisa dimanfaatkan dengan optimal," terang Ruby.
Akibatnya, banyak pihak memanfaatkan opsi celah keamanan data untuk mengambil keuntungan darinya.
"Jadi menurut saya, mestinya verifikasi selfie pakai KTP itu mesti dipertimbangkan kembali oleh pihak regulator," kata Ruby.