HAI-Online.com - Masih ingat dong kasus yang menimpa ilustrator Indonesia, Kendra Ahimsa atau lebih dikenal dengan sebutan Ardneks yang pada awal Maret 2021 sempat heboh mendapat laporan, bahwa karya seni kripto-nya telah dijiplak seniman Indonesia lainnya, yaitu Twisted Vacancy.
Kasus plagiarisme ini sempat mencuat di media sosial dan terus mengusik keduanya, namun secara tidak langsung juga menyentik dunia seni Indonesia.
Yap, dari kasus kemiripan crypto art yang dialamiTwisted Vacancy dan Ardneks, ini sebaiknya kita belajar dulu nih soal detail penjiplakan karya seni kontemporer, seperti palet warna, pola, estetika dan teknik menggambar, sebelum menuduh seseorang melakukan kejahatan intelektual itu.
Pasalnya, jika sembarang tuduh, kamu bisa ikut terlibat juga nih dalam aksi perundungan massa kepada si tertuduh, dalam kasus ini Twisted Vacancy misalnya.
Baca Juga: Sulit Mengatur Keuangan? Ikuti 4 Langkah 'Kakeibo' Seni Menabung Ala Jepang
Untuk itu, sebelum beraksi di lini masa, mari sama-sama kita cek, apa itu plagiarisme? Adakah ukuran pasti dalam sebuah karya, terutama karya ilustrasi dianggap menjiplak karya orang lain?
Kalo menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, plagiarisme/pla·gi·a·ris·me/ adalah penjiplakan yang melanggar hak cipta.
Pertanyaannya: apa yang dimaksud “melanggar hak cipta”? Apakah bentuk, teknik, atau ide karya seorang seniman yang terinspirasi karya seorang seniman lainnya termasuk “melanggar hak cipta”?
Menurut Wahyudin, seorang kurator seni rupa dari Yogyakarta, perkara hak cipta di dunia seni rupa kontemporer adalah perkara yang kompleks—yang lebih banyak berpusat pada aspek hukum ketimbang estetika.
Sementara itu, tentang plagiarisme, beliau berpendapat bahwa, plagiarisme adalah praktik pengatasnamaan—dengan tanda tangan—karya seorang seniman.