HAI-ONLINE.COM - Selama masa pandemi Covid-19, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat menerima delapan kasus pengaduan terkait masalah tunggakan SPP di tujuh sekolah.
Rinciannya, untuk jenjang SD sebanyak 5 sekolah, SMP swasta ada satu sekolah, satu SMK swasta serta satu SMK Negeri. Pengaduan berasal dari DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur dan Bali.
Baca Juga: Pakar Epidemologi Minta Pertimbangkan Ulang Belajar Tatap Muka
Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti dalam rilisnya pada Sabtu (9/1/2021) mengatakan, masalah yang diadukan cukup beragam. Kebanyakan, terkait SPP.
Misal, ada wali murid yang meminta keringanan uang SPP mengingat semua siswa melaksanakan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).
Permintaan orangtua akan keringanan SPP didasarkan ekonomi keluarga yang menurun karena pandemi. Di satu sisi, orang tua beranggapan pengeluaran rutin sekolah pastilah berkurang karena tak ada aktivitas pembelajaran tatap muka (PTM).
Anak nggak bersalah
Namun, masalah baru muncul ketika ada "ancaman" pihak sekolah kalau tidak mencicil atau membayar tunggakan SPP maka siswa yang bersangkutan tidak dapat mengikuti ujian akhir semester.
Ini artinya akan berdampak pada kenaikan kelas siswa. "Membayar SPP adalah kewajiban orang tua, kewajiban anak adalah belajar, jadi pihak sekolah jangan memberi sanksi siswa ketika ada tunggakan SPP.
Anak tidak bersalah, jadi tak layak diancam apalagi diberi sanksi," ujar Retno.
Ia menambahkan, ada juga siswa yang ingin pindah ke sekolah negeri atau sekolah swasta yang lebih murah, namun terkendala dokumen rapor hasil belajar dan surat pindah dari sekolah asal.