Pemerintah menilai apabila permohonan itu dikabulkan, masyarakat tidak bisa mengakses media sosial secara bebas.
Sebab, perluasan definisi penyiaran akan mengklasifikasikan tayangan audio visual sebagai kegiatan penyiaran yang harus memiliki izin siar.
"Definisi perluasan penyiaran akan mengklasifikasikan kegiatan seperti Instagram TV, Instagram Live, Facebook Live, YouTube Live, dan penyaluran konten audio visual lainnya dalam platform media sosial akan diharuskan menjadi lembaga penyiaran yang wajib berizin," kata Dirjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika (PPI) Kemenkominfo Ahmad M Ramli dalam persidangan di MK, Rabu (26/8/2020), seperti dihimpun KompasTekno dan Antara.
Artinya, kita harus menutup mereka kalau mereka tidak mengajukan izin," imbuh Ramli.
Apabila kegiatan tersebut masuk sebagai penyiaran, perorangan, badan usaha, dan lembaga lain, termasuk kreator konten yang memanfaatkanOTT, harus memiliki izin sebagai lembaga penyiaran.
Jika tidak mengantongi izin, mereka bisa dinyatakan melakukan penyiaran ilegal dan terancam sanksi pidana.
Ramli juga mengatakan, penyedia layanan audio-visual umumnya melintasi batas negara, maka mustahil menerapkan hukum Indonesia di luar wilayah yurisdiksi dalam negeri.
Lebih lanjut, Ramli juga mengatakan, ada perbedaan yang jelas antara penyiaran yang dilakukan lembaga penyiaran dengan layanan OTT. Menurutnya, keliru apabila menyamakan layanan penyiaran dengan layanan OTT, meskipun konten yang dihasilkan sama-sama audio atau audio visual."Para pemohon tidak memahami secara menyeluruh definisi penyiaran dalam ketentuan Pasal 1 angka 2 UU Penyiaran, dan tidak memahami pengaturan penyelenggaraan penyiaran dalam UU Penyiaran dan peraturan pelaksanaannya," kata dia.
Menurut Ramli, kegiatan penyiaran dilakukan melalui infrastruktur yang dibangun dan disediakan secara khusus untuk keperluan penyiaran.
Berada di bawah UU ITE
Ramli menjelaskan, semua media komunikasi massa di Indonesia memiliki aturannya masing-masing.