Selama bertahun-tahun dihabiskannya di Amerika Serikat dan Australia, dia kadang-kadang juga mengamen untuk menghasilkan uang.
Baca Juga: Frontman Jimmy Eat World Rilis Konten Podcast, Undang Mark Hoppus di Episode PerdanaDia mulai tertarik agama beberapa saat kemudian, awalnya menolak saran dari ayahnya - yang menjadi biksu Buddha di usia 50-an, ketika Akasaka masih di sekolah menengah.
"Di Jepang, sangat umum bahwa putra seorang biksu menggantikan ayah mereka... Jadi ayah saya terkadang bertanya apakah saya ingin menjadi biksu dan menggantikannya. Dan saya selalu berkata tidak, saya tidak tertarik menjadi biksu," ujar Akasaka.
Tetapi setelah dia berusia 30 tahun, Akasaka mulai mempertimbangkan kembali tawaran ayahnya dan memikirkan tentang makna hidup dan mati.Akasaka akhirnya menghabiskan lebih dari dua tahun pelatihan untuk menjadi seorang biksu. Di Jepang, nggak jarang para biksu menjalankan kewajiban agama dan mempertahankan karir non-religius, seperti pekerjaan Akasaka sebagai musisi.
Baru-baru ini dia mengorganisir sesi live streaming musiknya, meminta sumbangan untuk membantunya melewati pandemi.
Baca Juga: Blink-182 Kembali Jadi Skate Punk di Single Baru 'Quarantine', Lihat Videonya Nih!
Namun dia juga berharap dengan menggabungkan dua hasratnya, dia dapat menawarkan perspektif baru tentang agama Buddha kepada orang-orang yang lebih muda, khususnya di Jepang, di mana menurutnya agama tersebut sebagian besar terkait dengan upacara kematian dan pemakaman.
"Kebanyakan dari mereka percaya bahwa ajaran Buddha adalah untuk orang yang sudah meninggal saja. Tapi sebenarnya tidak," terangnya lagi.
"Jadi mungkin, jika musik saya menarik minat orang-orang yang lebih muda, itu akan menjadi kesempatan yang baik bagi mereka untuk mengetahui tentang Buddhisme," pungkasnya. (*)