Follow Us

Hampir Jadi Korban Kanibalisme, Intip Perjuangan Perempuan Austria Pas Traveling ke Suku Batak Kuno

Al Sobry - Selasa, 21 April 2020 | 13:10
Prajurit Tanah Batak yang menyandang parang dan tombak, sekitar 1870.
Bayu Dwi Mardana Kusuma

Prajurit Tanah Batak yang menyandang parang dan tombak, sekitar 1870.

Baca Juga: Viral Bikin Meme Debat Receh di Twitter, Kaesang Ikut Banding-Bandingin Gambar Sendiri

Ketika Ida berada di Padang, rencana perjalanan ke tempat-tempat tersebut sempat dicegah oleh warga setempat. Mereka bercerita kepada Ida tentang dua misionaris asal Amerika, Henry Lyman dan Samuel Munson, diduga telah dibunuh dan disantap oleh orang Batak pada 1835.

Ida bersama seorang pemandunya menunggang kuda selama perjalanan di pedalaman Sumatra. Perjalanan di pulau ini dibagi beberapa tahapan atau rute militer. Setiap 12 hingga 20 kilometer terdapat benteng atau bangunan kecil tempat kantor pemerintah, sekaligus tempat bermalam para pelancong seperti Ida.

Pada pertengahan Agustus 1852, keduanya menuruni bukit di Silindong, dekat Danau Toba. Namun, sebelum menuju lembah, pemandunya menyarankan supaya Ida untuk tak menjauh darinya.

Mereka menyaksikan prosesi yang dilakukan enam lelaki bersenjata tombak. Ketika kedua orang itu mendekat, mereka justru disambut dengan tombak dan parang. Setelah si pemandu menjelaskan, Ida boleh melewati kawasan itu.

“Di suatu tempat, kejadiaannya bahkan lebih serius,” demikian Ida berkisah.

“Lebih dari 80 lelaki berdiri di jalanan setapak dan menghalangi perjalanan kami.” Kemudian dia melanjutkan, “Sebelum saya menyadarinya, sekawanan lelaki telah melingkari saya seraya menodongkan tombak mereka, dengan tatapan ngeri dan liar.”

Ida melukiskan sosok lelaki Batak yang pernah mengepungnya.

Mereka berbadan tegap dan kuat, tingginya hampir dua meter, penampilannya beringas dan militan. “Mulut lebar mereka dengan geligi yang menonjol, tampaknya lebih mirip dengan binatang buas ketimbang manusia manapun.”

Suasana kian mencekam, para lelaki itu merubungi Ida sembari bersorak-sorai. “Saya tidak mengerti apa yang terjadi selanjutnya,” ungkapnya. “Saya merasa sudah pasti bahwa ini adalah akhir hidup saya.”

Ida gelisah, demikian dalam catatannya, lantaran suasana kian menakutkan. Namun, tampaknya dia tidak kehilangan kendali.

Dalam situasi teror, perempuan itu duduk di sebongkah batu. Lalu, sekonyong-konyong mereka mendatanginya sembari menunjukkan gerakan-gerakan yang mengancam.

Editor : Hai

Baca Lainnya

PROMOTED CONTENT

Latest