HAI-Online.com -Jarangnya kita menonton film-film non-fiksi atau dokumenter, antara lain disebabkan belum teraturnya sistem pendistribusian film tersebut.
Belum lagi, sineas film dokumenter juga masih terkendala soal pembiayaan produksi yang hampir tidak ada bedanya dengan membuat film-film fiksi yang sudah lebih rutin diputar di bioskop-bioskop kesayangan.
Kalo mau sering menyaksikannya, kita harus masuk ke komunitas-komunitas tertentu dan duduk dalam ruang-ruang pemutaran film yang sempit. Terkadang, kursi-kursi yang ada pun masih tak terisi hingga penuh.
Padahal film jenis ini seringnya membuat penontonnya pulang dengan membawa suatu pencerahan atau kegelisahan yang pada akhirnya mengundang mereka untuk berdiskusi lebih lanjut atau bahkan membuat suatu gerakan dan perbaikan.
Hanya saja, dampak semacam ini masih belum begitu luas dirasakan.
Untuk itulah,In-Docs selaku lembaga nonprofit yang mengolah bakat-bakat dokumenter kembalimenyelenggarakan Good Pitch Indonesia 2019.
Acara ini menjadijembatani buat para pembuat film dokumenter untuk melanjutkan karya mereka, mempromosikan dan berkolaborasidengan berbagai mitra yang dapat berkontribusi memperluas dampak sosial dari film yang terpilih.
Tahun ini, ada lima film yang layak mengikuti acara tersebut, yaitu film berjudulHidup dengan Bencanakarya Yusuf Radjamuda,Barakarya Arfan Sabran,Waste on My Platekarya David Darmadi,Menggapai Bintangkarya Ucu Agustin, danPesantrenkarya Shalahuddin Siregar.
Amelia Hapsari, selaku Direktur Program in-docs dari Good Pitch Indonesia mengatakan 5 film dokumenter terpilih ini sangat layak mendapat dukungan dari berbagai pihak agardampak sosial yang ingin dituju bisa meluas dan tercapai.
"Bagi kami, lima film dokumenter ini adalah foto keluarga penanda jaman, atau warna warni pensil yang menggaris bawahi realita paling nyata saat ini," tuturnya di acara Good Pitch Indonesia ke-43 di JW Luwansa, Jakarta pada Kamis (5/9) lalu.
Dalam sambutannya itu, Amelia berharap, film-film dokumentertak lagi menjadi sekadar aksesoris, justeru film yang akan dirilis ini diharapkan dapat didistribusikan ke banyak kalangan dan menggerakkan banyak orang.
Dari itulah, lima film ini pun mendapat sambutan yang hangat dari para undangan Good Pitch Indonesia, setelah mereka menjelaskan tentang film dan tujuannya.
"Nggak menyangka, ini film dokumenter pertama kami, tetapi Alhamdulillah dukungan terhadap pembuatan film ini banyak sekali dan kami sangat berterimakasih," ucapSarah Adillah, impact produser untuk film Hidup dengan Bencana kepada HAI usai acara digelar.
Kelima film tersebut telah mendapat dukungan baikberupa pendanaan, distribusi film, atau koneksi dengan para pembuat kebijakan dan pihak lainnya sehingga dampak film, raihan audiens yang luas, serta terdorongnya diskusi tentang isu yang diangkat dalam film semakin meluas lagi.
Didukung Badan Ekonomi Kreatif Indoensia, Hanifah Makarim selaku head of public fun Bekraf juga ingin terus mendukung kemajuan film-film dokumenter Indonesia sejauh mungkin. "Nggak hanya maju di dalam negeri tapi skala internasional," katanya.
Sebelumnya, Good Pitch Indonesia sukses diselenggarakan di Asia Tenggara pada 2017. Makanya, tahun ini diadakan kembali.
"Film dokumenter punya andil yang besar. Mulai adanya Good Picth ada pula pendanaan. Mendukung dan mensinergikan film dokumenter. Distribusi nasional, dapat danaan juga dari Internasional," ungkap Mandy Marahimin, Outreach Director Good Pitch Indonesia 2019beberapa waktu lalu.
Dari 80 film dokumenter yang diterima, akhirnya terpilih 5 film yang dianggap mampu memberikan dampak sosial bagi siapapun yang menontonnya.
Selama empat bulan, film-film ini terpilih dalam proses seleksi yang sangat ketat. Nantinya, pada hari H Good Pitch Indonesia, setiap tim film akan mempresentasikan film dan rencana dampak mereka hanya dalam waktu tujuh menit.
Berikut ini adalah 5 film dokumenter yang terpilih untuk masuk Good Pitch Indonesia:
PESANTREN (A BOARDING SCHOOL)Sutradara: Shalahuddin Siregar
Dokumenter buatan Shalahuddin Siregar ini akan menunjukkanpotret intim dari sebuah pesantren yang mengajarkan perdamaian dan toleransi sambil mendidik santri-santri muda yang bertanggung jawab.
BARA (THE FLAME)Sutradara: Arfan Sabran
Iber Djamal (77) telah menyaksikan puluhan tahun deforestasi yang merajalela di Kalimantan. Dokumenter ini bakal menunjukkan upaya terakhirnya untuk menyelamatkan tanah leluhurnya dari perusahaan kelapa sawit yang invasif.
HIDUP DENGAN BENCANA (LIVING ON TOP OF THE FAULT)Sutradara: Yusuf Radjamuda
Setelah tsunami dahsyat dan pencairan yang merenggut lebih dari 4.000 jiwa di Palu tahun 2018 lalu, sekelompok warga yang selamat dari bencana tersebut menginisiasi program literasi agar pengetahuan tentang mitigasi bencana, baik dari kebijaksanaan lokal, ilmu pengetahuan, dan sejarah, bisa diteruskan ke generasi-generasi berikutnya.
MENGGAPAI BINTANG (AIM FOR THE STARS)Sutradara: Ucu Agustin
Dua gadis remaja buta yang telah berteman sejak kecil menemukan cara untuk mencapai impian mereka di dunia yang tidak dirancang untuk mereka.