HAI-ONLINE.COM - Bisnis merchandise band lokal pada masa kini bisa dibilang penyelamat ekonomi kedua setelah manggung: kalo dikelola dengan baik, cuannya lumayan juga.
Katakanlah nama besar seperti Noah, Seringai, Iwan Fals, atau Raisa yang merchandise-nya laris bak kacang goreng.
Nama-nama segmented seperti Avhath, Total Jerks, hingga Enola pun sering pula jual merchandise hingga sold out.
Sudah banyak musisi masa kini yang sadar kalo memiliki intellectual property yang bisa dijual ke penikmat musik, dan menghasilkan pundi-pundi yang bahkan jauh lebih gede dari penghasilan dari digital streaming provider.
Namun, apa di masa lalu musisi juga sudah punya kesadaran yang sama?Mengutip arsip HAI, sesedikitnya hanya empat band aja yang merilis merchandise resmi pada 90-an silam. Mereka adalah Kla Project, Pas Band, Slank, dan Protonema.
Kalo saat itu perkembangan bisnis merch di Barat sudah begitu maju, sehingga mendatangkan penghasilan yang nggak kalah besar dengan honor manggung yang bersangkutan, kondisi bisnis suvenir artis kita malah masih jalan di tempat.
Para musisi masih terperangkap oleh dua kepentingan yang berbeda: Yakni, antara tuntutan untuk profesional dengan keinginan menyenangkan penggemar.
Misalnya Slank. Berangkat dari keinginan untuk memanjakan penggemarnya, Bimbim (drum) mendirikan Slank Merchandise, berbarengan dengan diresmikannya Pulau Biru Production.
Karena nggak mau pusing, dan mungkin juga pengen profesional, saat itu Bimbim mempekerjakan tiga karyawan khusus buat ngurusin penjualan.
Salah seorang di antaranya adalah lla Sidharta, adik kandungnya.
Baca Juga: Joger dan Dagadu, Kaos Humor Favorit Remaja 90an. Gimana Nasibnya Sekarang?
Slank juga sudah sadar kalo merchandise bukan sekedar kaos. Mereka juga merilis poster, stiker, celana pendek, sampai korek api gas.