Theo: Ya, seperti kumpulan dari cerita pendek, di mana semua emosi dan perasaan berkumpul jadi satu di dalamnya.
Denger-denger, Wolf Alice menggarap album terbaru ini di Kota Brussels (Belgia). Gimana ceritanya kalian bisa menggarapnya di sana dan bukan di Inggris?
Joff: Sebenarnya ini bukan pertama kalinya kami merekam album kami ICP Studios, Brussels. EP kedua kami di tahun 2014 juga digarap di sana. Studionya sangat bagus dan karakter sound yang dihasilkan sangat baik. Kami pun memutuskan buat kembali ke sana untuk album ketiga kami ini.
Di album kedua kami menggarap semuanya di Los Angeles (Amerika Serikat). Jadi, kami berpikir, kenapa nggak kita memilih studio yang lebih dekat ke rumah (Inggris) untuk proyek kali ini.
Baca Juga: Hayley Williams Bahas Album Baru Paramore dan Merchandise Earth Day
Mengingat lagu-lagu Wolf Alice punya karakter musik yang dinamis, apakah kalian berlima punya selera musik yang berbeda satu sama lain?
Theo: Ya, bisa dibilang background kita dari segi musik cukup beragam. Kayak Joff merupakan gitaris folk yang keren. Joel punya wawasan yang luas soal musik punk rock. Dan Ellie sendiri adalah seorang dewi, hahaha.
Joff: Aku pribadi sih suka sama Velvet Underground. Tahu lah, mereka merupakan salah satu pionir dengan lagu-lagu absurd namun ngena di banyak orang.
Ellie: Dalam konteks album ini, aku cukup banyak terinspirasi sama Fleetwood Mac. Gimana mereka sangat handal dalam meramu irama dan lirik yang sama-sama enak.
Joel: Kalo aku sih nu metal, haha. Papa Roach. Linkin Park merupakan album pertama yang aku punya. Tapi Fleetwood Mac aku juga suka kok. (*)