HAI-Online.com -Pernah lihat tikar dari anyaman? Lo tahu nggak bro anyaman itu proses pembuatannya perlu waktu yang lumayan lama loh.
HAIberkesempatan nih buat belajar gimana bikin anyaman dari awal banget bahan baku diambil sampai siap diolah jadi produk lebih fungsional langsung di Flores Timur, NTT.
Bersama Du'Anyam dalam DBS Daily Kindness Trip,HAIngepoin masyarakat di Wulublolong, Pulau Solor dan Duntana. Jangan harap jalan mulus kayak di Ibu Kota. Butuh perjuangan ekstra buat lihat dan belajar langsung mengayam di Flores.
Baca Juga : Lexus Luncurkan Mobil dengan Kamera untuk Gantikan Kaca Spion
Buat ke Pulau Solor sendiri,HAImesti nyebrang laut dengan kapal dari Larantuka. Perjalanan laut ini memakan waktu sekitar 60 menit. Selama perjalanan, lo bakal disuguhi pemandangan keren.
Kondisi geografis Flores berupa perbukitan dan pegunungan nampak cantik di sekeliling laut.Hal yang mesti lo perhatikan adalah, jadwal kapal penyebrangan terbatas. Jadi, jangan sampai ketinggalan. Biaya untuk satu orang Rp15.000 sedangkan motor Rp30.000 (dihitung dua orang).
Ombak sih cenderung tenang, nggak terlalu tinggi. Aman deh buat lo yang takut mabok laut.
Perjuangan masih berlanjut sesampainya di pelabuhan.Mesti menumpangpick upyang udah dimodif buat sampai ke desa binaan Du'Anyam. Duduk berderetan sembari menyusuri jalan di Pulau Solor yang tak beraspal halus.
Baca Juga : 4 Peralatan Fotografi yang Wajib Dibawa Saat Travelling Biar Konten Oke
Pemandangan pun nggak kalah ciamik kayak di kapal. Bebatuan di bukit-bukit berhadapan dengan laut lepas jadi pengalaman perjalanan yang nggak boleh dilewatkan. Sesekali, para bocah lambaikan tangan saat rombongan melintas jadi tambahan pengalaman tak terlupakan di Flores.
Sesampainya di desa binaan,HAIdisambut para ibu berpakaian khas Flores dengan tarian dan musik khas.
Penyambutan terus berlanjutberupa makan sirih, minum minuman khas, dan menghisap rokok khas setempat.
Ini sebagai bentuk penghormatan terhadap tamu yang datang ya. Kalau lo nggak bisa pun nggak masalah kok bro.
Keseruan proses menganyam baru dimulai saat para ibu di rumah khusus memperkenalkan diri satu persatu.
Mereka punya perannya masing-masing loh. Sebenarnya, nggak cuma cewek yang berperan dalam proses menganyam, ada cowok juga jauh sebelum pucuk daun lontar sebagai bahan dasar dianyam.
Memanjat belasan meter pohon lontar
Mula-mula nih, bahan dasar anyaman yakni pucuk daun lontar diambil oleh para cowok. Nggak terbatas usia, ada tua maupun anak muda.
Cuma emang nggak semua orang punya keahlian memanjat pohon lontar yang tingginya belasan sampai puluhan meter.
Uniknya, pohon lontar di Flores ini nggak ditanam dan panen khusus. Keberadaannya tersebar. MenurutHemiliana Nirong Tukan, salah satu kader Du'Anyam kalau mau ambil bahan baku anyaman, para cowok pergi dari satu desa ke desa lain.
Rata-rata tinggi pohon 10-15 meter bro dan dipanjat manual. Beberapa batang pohon udah diukir sebagai pijakan naik ke atas.
Kalau lagi nggak musim nih, satu pohon cuma bisa diambil pucuk daunnya sekali selama sebulan.
Setelah dipetik dari pohon, daun lontar dijemur selama dua hari di bawah sinar matahari. Baru deh dikirim ke desa-desa binaan untuk dianyam.
Baca Juga : Du'Anyam: Kenalkan dan Lestarikan Budaya Anyaman Flores ke Dunia
Menganyam dengan pola khusus yang turun temurun
"Pertama itu daunnya disuwir dulu, terus direbus sampai airnya mendidih, dan dijemur, baru dianyam," kata Marni, salah satu kader Du'Anyam yang juga jadiliving asistant.
Yoi, jadi habis dijemur, daun lontar nggak langsung gitu aja dianyam. Perlu proses disuwir dengan ukuran khusus lalu direbus supaya awet.
Lalu dijemur lagi kering, baru deh dianyam sesuai produk. Kalau ada pewarnaan khusus, sebelumnya direbus dengan pewarna dulu, baik alami maupun sintetis.
Baca Juga : Berburu Madu Hutan Langsung dari Asalnya di Duntana, Flores Timur
Buat pewarnaan alami, para ibu-ibu di sana pakai beberapa bahan alam. Misal untuk warna cokelat pakai daun jati, kalau kuning pakai kunyit, dan lainnya. Sedangkan buat pewarna sintetis juga nggak asal, dipilih yang emang kualitasnya bagus.
Cara menganyamnya juga nggak sembarang. Ada pola tertentu yang bikin anyaman rapi dan kuat. Semua produk pun nggak pakai lem, steples, tali atau penyambung lain. Cuma butuh tulang pucuk daun lontar yang tadi udah dipisahkan untuk produk bentuk khusus. Hal ini udah jadi pelajaran turun temurun dari masyarakat terdahulu.
Proses pengerjaannya pun beragam. Tergantung dari ukuran dan tingkat kesulitan produk.
Asli deh sob,HAIcoba menganyam tuh rumit banget. Sebenarnya nggak cumaHAIaja sih yang mungkin kesulitan. Hemiliani, Marni, dan beberapa perempuan lain di Flores pun ada yang kesulitan karena tradisi ini mulai luntur. Tiap orang butuh waktu yang berbeda untuk lihai menganyam.
Ada yang cuma butuh beberapa minggu, bahkan berbulan-bulan. Apalagi buat menganyam produk-produk dengan tingkat kesulitan tinggi, seperti anyaman 3 dimensi berbentuk keranjang.
Menyulap anyaman tradisional jadi produk fungsional kualitas ekspor
Banyak banget loh produk anyaman, semua ini emang udah turun temurun dengan fungsinya masing-masing. Bedanya, saat ini fungsinya udah dikembangkan ke masyarakat luas. Peminatnya pun beragam, bahkan dari luar negeri. Misalnya aja Denmark dan Amerika Serikat yang rutin pesan produk anyaman Du'Anyam.
Produk-produk anyamannya, yaitu sobe, dese, toba, lepa, kepe, coaster, tikar,placemat,dese tanduk, pita, sokal, dan tikal pelode. Untuk pembuatan produk-produk fungsional yang dikembangkan lain, seperti sandal, tas, dompet, tempat tisu, dan lainnya dasar anyamannya dari tikar.
"Paling susah dan unik itu waktu bikin sobe besar pesanan dari luar negeri," ujar Marni.
Yap, bentuk produk emang asli dari Flores yang dulunya dipakai untuk fungsional sehari-hari masyarakat setempat. Cuma biar pemasarannya makin oke dan diminati masyarakat luas, konsumen suka pesan dengan ukuran khusus. Alhasil perlu pola baru dalam pembuatannya.
Buat lo yang mau beli, produk-produk anyaman dari Du'Anyam umumnya pesanan. Beberapa produk satuan tersedia di kantornya di Jakarta dalam jumlah terbatas. Sikat!
(*)