Follow Us

Review Aruna dan Lidahnya: Film yang Sukses Bikin Auto Lapar Penonton

Dewi Rachmanita - Minggu, 23 September 2018 | 09:01
Aruna dan Lidahnya
Instagram Palari Film

Aruna dan Lidahnya

HAI-Online.com - Kalau lo emang mengaku pencinta kuliner atau suka coba berbagai hidangan unik, film Aruna dan Lidahnya bisa jadi sebuah referensi asik.

Suguhan tiap hidangannya bikin ngiler dan auto lapar sehabis nonton. Nggak hanya soal makanan unik dari beberapa kota Indonesia aja yang dihadirkan di meja makan, dialog dewasa dalam keseharian pun turut dihadirkan film ini.

Nampaknya termasuk jarang film dengan lebih dari dua karakter yang punya porsi sama besarnya dalam dialog dan adegan.

Di film Aruna dan Lidahnya garapan Edwin ini tak tanggung-tanggung empat karakter sekaligus dihadirkan dengan karakternya masing-masing. Keempatnya pun begitu padu dalam membawakan cerita berbagai hal yang terjadi dalam persahabatan dan mampu secara baik mendeskripsikan makanan.

Baca Juga : Wuih. Dian Sastro Jadi Pengisi Suara Penunjuk Jalan Di Waze Selama Asian Games 2018

Mereka menjadi gambaran sosok usia 30an yang semakin dewasa membawa perbedaan dengan rileks juga terselip konflik-konflik khusus.

Bisa diitung nih bro berapa banyak film di Indonesia yang angkat soal kuliner ke layar lebar. Misal ada Madre yang berkaitan dengan roti, Filosopi Kopi ala Ben dengan kopinya, atau Tabula Rasa yang angkat panganan minang.

Aruna dan Lidahnya membawa sentuhan film kuliner di Indonesia yang agak berbeda. Aruna (Dian Sastrowardoyo) mendapat tugas dari perusahaannya untuk melakukan investigasi terkait wabah flu burung di empat kota Indonesia, yaitu Surabaya, Pamekasan, Pontianak, dan Singkawang.

Secara bersamaan ia pun melakukan petualangan kuliner bersama dua sahabatnya, yaitu Bono (Nicholas Saputra) dan Nad (Hannah Al Rashid). Tanpa direncanakan, tiba-tiba gebetan lama Aruna, Farish (Oka Antara) ikut bergabung dalam investigasi.

Dalam menyelesaikan pekerjaannya sembari berwisata kuliner mencari nasi goreng buatan Mboknya, Aruna mengalami konflik internal dengan Farish. Nggak bisa ditampik, urusannya dulu dengan Farish belum kelar. Sementara itu, ada kecurigaan pula soal data pekerjaan dari tempat kerja Farish yang buat Aruna makin terjebak dalam konflik.

Visual makanan unik yang menggiurkan

HAI bisa bilang visual makanannya mantap bro. Pada awal film, penonton udah disuguhin nih dengan gambaran soal gurih dan panasnya sop buntut buatan Aruna. Empuknya daging begitu tergambar dan bikin auto lapar!

Nikmatnya beragam kuliner Indonesia terus berlanjut sepanjang film beriringan dengan obrolan di keseharian para pekerja yang sedang menjajaki berbagai kuliner di empat kota Indonesia.

Seenggaknya ada 21 makanan yang dihadirkan film produksi Palaris Films ini. Tiap makanan juga tampil dengan latar beragam, seperti di dapur tempat Bono masak, warung-warung di tiap kota, rumah, bahkan pedagang pinggir jalan.

Hal ini makin menyiratkan makanan enak nggak hanya lahir dari restoran mahal.

Beberapa makanan di antaranya, mi ayam, nasi goreng khas Mbok yang selalu diidamkan Aruna, rawon khas Surabaya, penel, bubur madura, lorjug khas Madura, soto lamongan, rujak soto, pengkang khas Pontianak, dan choi pan khas Singkawang.

Semua makanan pun mampu dikemas apik, bahkan kebulan panas uap makanan begitu mengunggah selera penonton.

Detil-detil tiap komponen makanan selalu disorot asik dari berbagai sisi, termasuk dari proses awal produksi. Waktu HAI nonton sih satu studio langsung ramai menandakan visual dalam film begitu merangsang lidah untuk segera mencicipi kuliner tersebut.

Nggak cuma lewat visual, nikmatnya berbagai panganan juga mampu dideskripsikan tiap pemain dengan apik. Lewat kata dan mimik wajah, penonton dapat membangun theater of mind soal makanan yang dideskripsikan.

Drama romantis dewasa di atas meja makan

Film Aruna dan Lidahnya mampu membawa berbagai obrolan keseharian lebih dapat diterima di masyarakat.

Perbedaan pandangan antar orang di sebuah persahabatan nggak serta merta bikin musuhan. Malah, perbedaan dan hal-hal yang terkesan sepele tersebut jadi bumbu perekat hubungan antar orang. Yap, di keseharian pun gitu kan bro? Kalau ada beda ya slow aja.

Romantis dalam film ini nggak norak. Juga nggak terlalu cheesy yang menjijikan. Begitu mengalir kayak orang jatuh cinta diam-diam yang iya-iya ngga ala Bono ke Nad. Atau seperti Aruna dan Farish yang ngerasa masih ada hal yang ganjal setelah dua tahun lantaran nggak coba jujur dengan perasaan masing-masing. Ujung-ujungnya sih mereka masing-masing happy ending dengan berani jujur.

Berbagai obrolan menarik khas orang single umur 30an hadir utamanya di atas meja makan.

Mulai dari soal cinta yang bukan lagi remeh temeh, kerjaan, prinsip hidup masing-masing, dan lainnya. Lewat makanan obrolan lebih casual, kayak hidup kita selama ini. Banyak perbedaan yang akhirnya ya udah aja dan yang mempersatukan adalah makanan. Drama dan konfliknya nggak too much.

Pengemasan film ini santai. Meksipun ada beberapa perbedaan dari buku yang diadaptasinya, yakni Aruna dan Lidahnya karya Laksmi Simanjuntak, Edwin mampu memberi highlight penting yang sama. Ada beberapa scene juga yang mungkin bikin agak mikir kaitannya apa ya dengan scene lainnya.

Rupanya ini emang cara Edwin untuk mengadaptasi lebih lanjut beberapa hal yang ada di buku aslinya.

Film ini recommend untuk ditonton, apalagi buat lo yang suka makan dan ingin merenungi hubungan pertemanan. Juga untuk yang mau merasakan film beda dari anak bangsa.

Ini bukan kayak film Chef yang riang, malah ini bikin nostalgia lagu romantis lama yang agak mellow.

Makanya tonton deh mulai 27 September mendatang! (*)

Editor : Al Sobry

Baca Lainnya

Latest