HAI-online.com - Suasana di SMAN 1 Semarang lagi memanas, nih, bro, lantaran adanya kasus pengeluaran dua warga sekolah yang tergabung di OSIS. Bahkan, hari ini sejumlah siswa melakukan aksi unjuk rasa menuntut keputusan pihak sekolah yang dianggap sewenang-wenang itu.
Untuk kamu yang belum tahu, HAI ceritain nih kronologinya.
Bermula Dari LDK
Jadi, pada November 2017 lalu, OSIS SMAN 1 Semarang bikin Latihan Dasar Kepemimpinan alias LDK. Dua bulan kemudian, yaitu pada Januari 2018, tiba-tiba ada orang tua murid yang melapor ke pihak sekolah. Menuduh Anin dan Afif sudah melakukan kekerasan dengan cara menampar di saat LDK itu.
Tuduhan itu berdasarkan rekaman video yang menunjukkan adanya rekaman yang menunjukkan Anin melakukan gerakan menampar junior.
Suwono, orangtua Anin menyatakan bahwa pihak sekolah mengambil keputusan begitu saja.
"Saya kecewa karena pihak sekolah tidak menyelesaikan persoalan ini secara bijak. Justru dikeluarkan anak saya tanpa dilakukan penyelidikan secara mendalam terlebih dahulu," kata Suwondo, Sabtu (24/2), kepada TribunJateng http://jateng.tribunnews.com/2018/02/25/sman-1-semarang-keluarkan-dua-aktivis-osis-gara-gara-ini
Suwondo menuturkan, keputusan Kepala SMAN 1 diambil sepihak hanya berdasarkan video rekaman saat kegiatan LDK. Harusnya, katanya, ada proses klarifikasi dengan kedua siswa dan pelapor. Selain kedua siswa itu, ada sembilan orang pengurus OSIS yang terancam sanksi serupa.
"Orangtua pelapor mengadukan dugaan tindak kekerasan yang dilakukan pengurus OSIS kepada anak mereka. Katanya juga anak-anak mereka menjadi korban bullying," ujarnya.
Dianggap Bukan Kekerasan Murni
Dalam rekaman yang ditemukan terdapat Anin dan Afif. Anin melakukan penamparan kecil di pipi sementara Afif melakukan pemukulan kecil di bagian perut.
"Ada beberapa rekaman video yang diindikasikan semacam kekerasan. Padahal, itu bukan kekerasan murni, tapi adegan penamparan kecil. Tapi itu bukan pemukulan betulan, karena konteksnya pembekalan mental. Tidak ada yang terluka sama sekali, tidak ada calon pengurus yang merasa dirugikan atau merasa dianiaya, tidak ada," jelas Suwondo.