Follow Us

Yang Nggak Banyak Diketahui Tentang Serunya Jurusan Bahasa Di SMA

Rizki Ramadan - Kamis, 02 November 2017 | 05:00
Dekorasi Kreatif Kelas-kelas SMAN 1 Tarakan
Rizki Ramadan

Dekorasi Kreatif Kelas-kelas SMAN 1 Tarakan

Banyak anak sekolah, terutama yang SMP kelas 3, harus menghadapi dengan pilihan yang bikin dilema: mau jurusan IPA atau IPS. Jarang banget ada yang mau mikir: masuk jurusan Bahasa nggak ya? Atau bahkan banyak yang nggak tahu kalau jurusan di muka bumi ini juga ada yang namanya Jurusan Bahasa. Heh jurusan apatuh?

Bukan jurusan baru

Barangkali lo belum tau, jurusan Bahasa itu bukan jurusan baru. Dia udah ada lama banget ada. Kalau dilihat di Wikipedia, sejak 1950 kurikulum pendidikan SMA membagi peminatan belajar menjadi tiga. IPA, IPS, dan Ilmu Bahasa. Sempat ada jurusan Fisika dan Biologi, sih, tapi kemudian tiga jurusan tadi yang dipertahankan.

“Sejak saya mulai mengajar tahun 1962 sepertinya sudah ada jurusan Bahasa. Bahkan saat saya masuk sebagai siswi SMA Santa Ursula pada tahun 1958 dan lulus tahun 1961, yang ada di Sanur itu kelas A (jurusan Bahasa) dan kelas B (jurusan IPA). Kemudian baru ada jurusan IPS,” cerita Bu Henny, mantan Wakil Kepala SMA Santa Ursula Jakarta yang sudah bekerja sejak 1962 hingga 2002

Belajar Apa Sih?

Sesuai namanya, sob, di jurusan ini para siswa bakal ngulik lebih dalam ilmu bahasa, dan bukan satu bahasa, doang, loh, yah.

“Di jurusan Bahasa aku belajar tentang kebudayaan suatu daerah dan belajar bahasa asing. Mata pelajaran wajibnya itu ada antropologi (bahasa kebudayaan), Bahasa Inggris, Bahasa Perancis dan Matematika,” cerita Lintang Pernik, siswa kelas XI jurusan Bahasa SMAN 2 Cibinong

Di tiap sekolah, bahasa asing yang dipelajari beda-beda. Daffa dari MAN 2 Jakarta cerita kalau di jurusan bahasanya ia belajar juga bahasa Arab dan Jerman. Sementara di SMA Santa Ursula ada bahasa Mandarin dan kerennya, ada pelajaran tentang huruf palawa sebagai bagian dari bahasa Sansekerta.

Nggak salah deh kalau ada yang bilang bahwa lulusan jurusan bahasa adalah yang paling siap menjadi masyarakat global. Banyak banget bahasa yang mereka kuasai.

Siswa Sedikit Tapi Solid

Sayangnya, makin ke sini, cuma IPA dan IPS aja tuh yang rame. Sementara jurusan Bahasa, cuma segelintir sekolah saja yang sampai saat ini berani mempertahankannya walau sepi peminat, SMA Santa Ursula (Sanur) salah satunya. Di SMA Sanur, jurusan Bahasa cuma berisi 15-25 murid sementara di SMAN 2 Cibinong ada 30an siswa

Tapi enaknya, karena sedikit, semua muridnya bisa lebih akrab dan saling support. Bukan hanya solid sekelas, melainkan juga solid tiga angkatan, kelas X, XI, XII.

(BACA: Cerita Masa Remaja Najwa Shihab. Dari Jadi Ketua OSIS Sampai Ikut Pertukaran Pelajar. Keren! )

Bukan Jamannya Lagi Ortu Nggak Dukung

Kalau denger cerita para guru atau kakak-kakak kita, mau masuk jurusan bahasa itu lebih susah daripada mesen Gojek saat sinyal jelek dan batere tinggal 3%. Soalnya, orangtua nggak menganggap jurusan bahasa itu seberprospek jurusan IPA dan IPS. Apalagi seringkali siswa yang masuk jurusan Bahasa itu pengen masuk IPA atau IPS tapi nilainya nggak cukup.

Pak Eko Budi Siswoyo, guru Bahasa Indonesia di SMA Sanur juga mengakui hal ini. Ia cerita, dulu ada siswa yang pintar banget di segala bidang. Cita-citanya pengen kuliah Sastra Perancis, karena itu ia milih jurusan Bahasa. Dia bermasalah deh sama orangtuanya.

“Mereka yang bisa masuk IPA tapi malah milih jurusan Bahasa dipermasalahkan oleh orangtuanya,” kata pak Eko

Tapi itu dulu, sob. Sekarang ini orangtua lebih terbuka pemikirannya. Mereka percaya kalau minat anaknya diasah di wadah yang tepat, bisa bikin sukses!

“Gue nggak dimasalahin sama ortu. Katanya, yang penting diseriusin. Karena bahasa itu meluas pelajarannya, di mana-mana butuh bahasa, kalo nggak ada bahasa mau berkomunikasinya gimana? Intinya bahasa itu penting,” kata Daffa. Dua temen kita lainnya yang diwawancara, Lintang dan Hafshatul, juga masuk ke jurusan Bahasa tanpa mesti cemas saat minta izin ke ortu, kok.

Minat Lebih Terasah Masa depan Lebih Terarah

Lanjutin cerita pak Eko, murid-murid jurusan bahasa terbukti sukses mengasah minat mereka loh di jurusan ini. Selulusnya pun, presentase yang masuk perguruan tinggi negeri jurusan Sastra besar.

“Bahkan pernah ada 24 anak Bahasa, 16 diantaranya diterima di UI,” kata pak Eko.

Para siswa yang awalnya setengah hati masuk jurusan Bahasa pun ngaku lebih enjoy

“Gue akan tetep di jurusan bahasa. Gue juga waktu itu mau IPS cuma karena temen-temen gue di sana semua” ucap Feren yang awalnya ingin jurusan IPS.

“Serunya itu, gue lebih ngerasa nyaman belajarnya karena kebanyakan anak kelas bahasa itu tipenya mirip, anak-anaknya fleksibel jadi gampang buat nyaman satu sama lain,” kata Hafshatul dari SMAN 2 Cibinong.

Satu hal lagi yang perlu diketahui, anak jurusan Bahasa itu masa depannya cerah, kok. Bukan nggak jelas seperti yang dikira. Banyak, lho, orang-orang sukses yang dulunya sekolah jurusan Bahasa. Contohnya Rosiana Silalahi, presenter dan pembawa acara; Becky Tumewu, presenter dan penyanyi, Rieke Caroline, Miss Tourism International 2010, Puteri Pariwisata Indonesia; dan Tantri Moerdopo penyiar Metro TV.

Hapus Diskriminasi Jurusan Bahasa

Pertama, kalau lagi ngomongin jurusan jangan cuma ngebahas IPA dan IPS. Kedua, hapus yuk stigma negatif tentang jurusan Bahasa. Anggapan bahwa jurusan Bahasa itu jurusan buangan dan nggak jelas masa depannya, tuh, pemikiran kuno banget, bro.

Terus, kita juga mesti sama-sama dukung jurusan Bahasa biar lebih diperhatikan lagi sama banyak pihak nih, terutama pemerintah. Jurusan Bahasa mesti kembangkan lagi, sekolah-sekolah yang nggak punya jurusan Bahasa atau sudah menghapusnya, coba dipertimbangkan lagi, deh.

Nah, yang diskriminasi yang paling nyata adalah saat SBMPTN, kita cuma mengenal ujian sainstek untuk peminatan IPA, ujian soshum (sosial humaniora) yang dikhususkan untuk anak IPS, dan ujian campuran untuk anak IPS yang mau nyebrang ke IPA. Nggak ada ujian yang bener-bener untuk anak bahasa!

Penulis:

Maria Michella - SMA Santa Ursula Jakarta

Faizah Diena Hanifa - SMAN 2 Cibinong

Hadistia Leovita Subakti - SMK Waskito Jakarta

Editor : Rizki Ramadan

Baca Lainnya

Latest