Follow Us

Sempat Dikira Akan Punah, Masa Depan Hobi Fotografi Analog Kini Terlihat Cerah

Rizki Ramadan - Kamis, 25 Mei 2017 | 08:07
Renaldy Fernando Kusuma, salah satu pehobi fotografi analog yang mendirikan penyedia kebutuhan analog, Jellyplayground (foto: Riomanadona)
Rizki Ramadan

Renaldy Fernando Kusuma, salah satu pehobi fotografi analog yang mendirikan penyedia kebutuhan analog, Jellyplayground (foto: Riomanadona)

Bagi Ghina yang suka mengoleksi dan ngoprek kamera analog, hasil foto analog selalu ajaib dan mengejutkan.

“Mengeksplor tonal foto analog itu lebih menarik, sih. Gue bisa liat tonal yang beda-beda dari setiap kamera, rol film, dan lab. Terkadang gue amaze sendiri sama hasil foto. ‘Kok bisa yah foto gue seasik ini?’,” ujar cewek yang baru lulus sidang skripsi ini.

Mengakrabi analog itu sama dengan mengakrabi segala risikonya. Ghina juga sering mengalaminya. Bayangin aja, Ghina udah empat kali mengalami rol film terbakar padahal hunting fotonya udah niat banget.

“Tapi gue nggak kapok, kok, pake analog. (Kejadian itu) bikin gue makin hati-hati aja dan menghargai momen,” papar pelanggan lab cuci film Soup n Film dan Seni Abadi ini.

Estetika Kamera Lama

Kalau di masa awal tren kamera analog dipilih oleh anak muda yang belum sanggup beli kamera digital, sekarang ini kamera analog dipilih sebagai alternatif dari kamera digital yang sudah dimiliki sebelumnya. Ciri estetika dari foto kamera analog lah yang paling dikejar.

“Medium film tidak hanya menghasilkan foto yang lebih baik pada warna dan kedalaman, tapi juga mampu menangkap emosi dari kehidupan yang saya potret,” papar Homer Harianja pegiat street photography yang selalu menggunakan analog.

Tompi, dokter sekaligus penyanyi yang sekarang menggiati kamera analog pun berpendapat bahwa dengan film, foto jadi memiliki kualitas yang nggak bisa ia dapat dari kamera digital paling mahal sekalipun.

“Gue udah pernah nyobain kamera paling mahal sekalipun, belum ada yang ngalahin hasil foto 135mm dari segi dimensi, depth of field, gradasi hitam-putih, detail shadow, dan lain-lain. Kalau dengan kamera analog tuh, kadang kondisi yang flat aja somehow jadi ada mood-nya,” tukas Tompi yang kini dengan kamera analognya menawarkan jasa foto professional di bidang fashion, produk dan portrait.

Kenikmatan Dari Yang Pelan

Kalau dilihat dari perspektif gaya hidup, tren menghidupkan masa lalu ini adalah perwujudan dari hasrat bernostalgia dan kejenuhan akan budaya instan kamera digital.

“Sebenernya, mereka yang ada di usia muda kelahiran setelah ’93 nggak merasakan masa ketika kamera analog menjadi satu-satunya pilihan. Tapi mereka tetap punya hasrat bernostalgia yang berreferensi dari fantas mereka tentang masa lalu,” jelas Justito Adiprasetio, dosen fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran yang giat mengamati gaya hidup.

Editor : Rizki Ramadan

Baca Lainnya

PROMOTED CONTENT

Latest