Sepulang sekolah, masih berseragam, Gemilang Rachmad mendatangi Renaldy Fernando Kusuma atau Enad, pemilik Jelly Playground,penyedia segala kebutuhan pehobi fotografi analog. Saat itu, Gemilang sedang kehabisan rol film.
Di masa SMP hingga awal SMA, cowok dari SMA Al Azhar 3 Jakarta ini suka banget dengan fotografi, selain bersepeda. Ia rutin meramaikan Instagram-nya dengan foto-foto suasana perkotaan, aktivitas bersepeda, dan momen travelling-nya. Selain jago mengambil angle, Gemilang lihai memoles fotonya dengan filter-filter dengan tonal asik. Itu adalah ketika Gemilang masih mengandalkan smartphone dan DLSR-nya.
Hobi motretnya malah makin menjadi-jadi ketika ia jauh dari kamera digital dan akrab sama kamera analog.
“Saat SMA, gue bisa seminggu dua kali, pergi hunting foto pake analog,” cerita Gemilang saat HAI temui di acara bazaar kamera analog Low Light Bazaar.
Sejak itu, feeds di Instagram-nya pun berubah. Foto-foto hasil jalan-jalannya ke Bromo dan candi-candi di Jogja, misalnya, warnanya kayak warna permen karet. Kadang ada juga yang hitam putih. Karakternya beda dengan foto-fotonya saat masih pakai digital. Banyak grain di sana-sini, dan memudar. Somehow, keunikan itu malah bikin foto-fotonya enak dilihat. Estetis!
Bersama empat kawannya, saat itu Gemilang bahkan bikin grup fotografer muda yang hobi analog juga. Namanya Ambigu, dengan akun Instagram @ambigu. Mereka sering juga tuh bikin seri foto analog dengan tema tertentu.
Kini, Gemilang adalah mahasiswa semester 3 Universitas Prasetiya Mulya. Walau nggak serajin waktu SMA, Gemilang masih menyempatkan berfoto dengan kamera analog kesayangannya, Nikon FM2. Bahkan, ia “meracuni” pacarnya untuk main analog juga. Coba tengok akun @FM2_ yang khusus menampilkan diari visual Gemilang dan pacarnya dibuat dengan kamera Nikon FM2.
“Hasil fotonya, tuh, beda antara analog dan digital. Ngeliat hasilnya tuh, kayak, ‘what you see is what you get’. Selain itu, analog juga bikin penasaran hasilnya. Pas dicuci, kalau hasilnya bagus seneng. Dan fotonya nggak perlu diedit-edit (warnanya) lagi,” tukas cowok yang saat SD juga sudah sering memakai kamera analog merk Lomo.
Begitu juga Ghina Nurvita, cewek kelahiran 1996 yang kini selalu membawa kamera analog berisi film kemana pun ia pergi. Ghina pertama kali kenal analog saat SD kelas 5, Ghina kecil selalu membawa kamera plastiknya ke sekolah untuk dipakai foto-foto. Sejak itu, kesukaannya terhadap kamera analog terus melekat.
Di masa SMP, Ghina menjauh dari kamera. Sempat mencoba main lagi saat SMA namun Ghina kelimpungan, saat itu lab foto sedikit banget. Ia pendam kenangannya itu hingga masa kuliah semester 2. Hingga kini, cewek kelahiran 1996 ini hidup dalam nostalgianya.
“Gue mulai main kamera analog lagi saat gue baru nemu kamera nenek gue yang udah lama banget, kamera Yashica dan Olympus. Saat itu pun gue nemu lab Seni Abadi di Bandung. Dari situ gue mulai konsisten main analog lagi sampe sekarang,” katanya.
Coba tengok galeri Instagram @imaghinasi milik Ghina, kamu akan kesemsem dengan foto-foto yang ada di situ. Ghina suka menjadikan teman-temannya sebagai model, meminta mereka memasang pose absurd, atau apa yang disebut Ghina “surreal”. Selain ekspresinya unik, modelnya berparas manis, tonal warna foto Ghina asik, kekuning-kuningan. Dan nggak ada satu hashtag pun yang menandakan Ghina memakai filter dari aplikasi, kecuali hashtag #35mm dan #indo35mm.