Follow Us

facebookinstagramyoutube_channeltwitter

Tomi Wibisono "WARNING": Band Indie Jogja Jangan Malu-malu Sebar Musik.

Rizki Ramadan - Jumat, 24 Maret 2017 | 12:30
Tomi Wibisono pendiri Warning Magazine
Rizki Ramadan

Tomi Wibisono pendiri Warning Magazine

Wah, itu justru paling berpengaruh besar. Kita coba ngeliat bukan dari yang udah besarnya kayak Kamtis, Doggies, tapi coba liat yang masih kecil-kecil. Dulu tuh, ada namanya Common People, dia kayak komunitasnya buat band-band indie pop Jogja. Lalu, ada Jogja Blues Forum (wadah musik blues indie Jogja). Nah, waktu launching album band Summer Child kemarin itu bisa sukses karena dia kuat dengan komunitasnya.

Kan gini, ketika dari komunitas, komunitas itu kan ngedukung. Dan jadi langkah awal dan modal juga buat band baru untuk dikenal khalayak. Akan lebih mudah lagi lah buat ngenalin kalau ada komunitas. Di skena metal mungkin ada Jogja Corpsegrinder misalnya yang cukup besar. Kadang komunitas itu yang dilibatkan juga. Kan, kadang band itu punya keterbatasan, nah, dengan adanya komunitas jadi mudah juga untuk dimintain bantuan. Misal ada 20 orang aja di komunitas, itu band kurang apa bisa saling ngebantu. Bahkan, kadang nih, misal butuh additional, ya teman-teman komunitas itu kadang malahan yang ngisi.

Walaupun, ada kasus unik lagi soal komunitas ini, buat band NDX tadi malah mereka sebenarnya dijauhi oleh komunitasnya. Bahkan dikucilkan awalnya. Walaupun sekarang malah akhirnya banyak komunitas mereka meniru apa yang NDX lakukan. Yang dulu ngehina, datang kerumah personilnya lalu minta maaf dan malah bikin hip hop dangdut. Maka NDX itu kasus tersendiri (unik).

Peran kita sebagai anak muda terhadap skena sidestream/ indie ini harus gimana sih?

Dateng ke konsernya sih, sesederhana itu. Selemah-lemahnya iman dulu, kita bisa nge-share dari karya gratis dari band sidestream/indie itu. Bisa dari situ, karena dengan nge-share, mampu mengenalkan ke lingkaran-lingkaran kita sendiri. Terus, kalau punya duit lebih ya, datang ke konsernya beli tiketnya atau beli CD nya. Itu aja, band-band udah senang dan hidup. Kritikanya mungkin, beberapa pendengar muda kadang nggak mau coba dengerin yang ‘baru’ mungkin. Masih nyaman yang sudah ada atau mainstream. Karena kultur yang dibangun seperti itu. Itu pengaruh dari budaya baca kita juga yang lemah. Kan, kemauan untuk menggali musik itu kurang dan berbanding lurus dengan kemauan membaca juga. Sehingga mayoritas akan menerima yang udah ada aja (mainstream).

Penulis: Rasyid Sidiq

Editor : Hai





PROMOTED CONTENT

Latest

x