Follow Us

facebookinstagramyoutube_channeltwitter

Meningkatkan Literasi Pelajar Lewat Ekskul Sastra

Rizki Ramadan - Senin, 03 Oktober 2016 | 10:15
Sanggar sastra SMAN 3 Sukabumi
Rizki Ramadan

Sanggar sastra SMAN 3 Sukabumi

Sastra kerap dianggap asing oleh para remaja. Kalah pamor dibanding musik, dance, dan seni rupa. Budaya literasi di kalangan remaja pun masih kurang mendapat perhatian. Bahkan berdasarkan survei UNESCO pada 2012, minat baca masyarakat Indonesia baru 0,001 persen. Artinya, dalam seribu masyarakat hanya ada satu masyarakat yang memiliki minat baca. Tapi, kabar baiknya, sekarang-sekarang ini sedikit-sedikit mulai keliatan tuh kebangkitan minat remaja SMA terhadap sastra. Salah satunya dibuktikan oleh SMAN 3 Sukabumi. Di sana ada ekskul yang mempelajari sastra, namanya SAGA (Sanggar Sastra SMA Tiga).

Ekskul ini dulunya sih IPPS (Ikatan Pustakawan Pelajar Smanti) hingga pada tahun 2013 diubah konsep menjadi ekskul pustakawan dan jurnalistik yang bernama THE VIEW. Tapi berselang dua tahun diganti konsep lagi menjadi ekskul yang mempelajari sastra dan yang pasti kita dapat pelatih baru yang kemampuannya dalam sastra nggak usah diragukan

Ekskul ini lahir di tengah semangat budaya literasi yang mulai bangkit. Nama Sanggar Sastra diberi oleh pembinanya, Nurida Septiawati yang merupakan salah satu guru Bahasa Indonesia di sekolah ini.

“Awalnya sekolah butuh orang yang memang punya bakat dan minat dalam sastra. Mereka yang secara utuh dan murni ingin mempelajari sastra.” papar Nurida

Menurutnya, konsep ekskul ini diubah menjadi sanggar sastra sebagai wadah bagi siswa dalam mengembangkan kecintaannya pada sastra, apalagi seperti yang diketahui minat baca dan tulis di kalangan remaja masih terbilang sedikit. Harapannya semoga ekskul ini juga bisa menjadi salah satu pelopor bangkitnya minat baca dan tulis di SMAN 3 Sukabumi.

Anggota ekskul ini juga memang nggak terlalu banyak; untuk angkatan 2016-2017 ada sekitar 16 orang dengan mayoritas cewek. Tapi meski begitu, setiap kali kumpul rutin seluruh anggota selalu hadir.

Kegiatan rutin ekskul ini setiap Selasa dan Rabu tentunya belajar mengenai sastra. Mulai dari cerpen, puisi sampai monolog. Belajar mengenai macam-macam puisi, teknik penulisan cepren, teknik pembacaan puisi dan sebagainya.

Walau ekskul ini masih tergolong baru jika dihitung semenjak diubah konsep menjadi Sanggar Sastra, tapi prestasinya sudah lumayan lho. Mulai ketika namanya masih THE VIEW ada anggotanya yang artikelnya pernah dimuat di koran KOMPAS, terpilih menjadi finalis ARKI 2015 dan sekarang saat menjadi Sanggar Sastra pun ekskul ini anggotanya telah menjadi juara 3 FLS2N Cipta Puisi tingkat provinsi, Juara 1 FLS2N untuk cabang lomba baca dan cipta puisi tingkat kota bahkan yang terbaru adalah ada dua karya anggotanya yang dimuat di majalah Hai.

“Menurut saya, sanggar sastra merupakan tempat pendewasaan seorang penulis atau seseorang yang ingin jadi penulis. Di sanggar sastra kami mendapat banyak ilmu dan pengalaman, teman-teman sehobi, dan tempat sharing karya-karya. Hal yang paling berkesan dari bergabung di ekskul ini adalah ketika kami berjuang di suatu perlombaan. Mulai dari FLS2N, Festival Kota Hijau, dan perlombaan kepenulisan lainnya yang telah banyak kami ikuti, disitulah kami mendewasakan diri.” Ungkap Ismi yang menjadi juara 3 lomba cipta puisi FLS2N tingkat provinsi.

Soal pelatih, SAGA juga punya pelatih yang hebat. Namanya Khoer Jurzani, seorang penulis yang dua buku puisinya, Tidak Ada Lagi Emily dan Dua Bait Rahasia diterbitkan di Malaysia.

“Kesan saya menjadi pelatih di SAGA adalah menyenangkan. Karena anak-anaknya mandiri dan inisiatif dalam belajar sastra, tidak terlalu bergantung kepada pelatih. Serta usaha mereka keras dalam berlatih.” Ungkapnya.

Nggak bisa dielak, budaya literasi telah menjadi aspek yang sangat penting untuk dilestarikan. Terbukti, melalui literasi, sebuah gagasan sederhana dapat menjadi pemicu dari suatu aksi yang luar biasa. Saya sendiri masih ingat ketika diceritakan bagaimana novel Uncle Tom’s Cabin bisa menjadi sebab meletusnya perang saudara pada abad ke-19 di Amerika Serikat. Bahkan dalam kongres pemuda kedua, Muhammad Yamin mengungkapkan bahwa bahasa merupakan salah satu faktor yang bisa memperkuat persatuan Indonesia.

Jadi, kenapa perlu merasa asing pada sastra dan membaca, kalau di Sukabumi pun kaum remaja sudah bergerak memajukan budaya literasi?

Penulis: Rizal Zulfiqri - SMAN 3 Sukabumi

Editor : Hai

Baca Lainnya





PROMOTED CONTENT

Latest

Popular

Hot Topic

Tag Popular

x